Pages

Rabu, 22 Februari 2012

MENDAKILAH KARENA TEMPATMU BEGITU TINGGI

oleh: Rika Januarita Haryati

Cerita cinta ini tak seindah dulu. Tak seindah berkas cahaya putih yang memendarkan spektrum merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Tak seramah hujan yang menyapa kelopak helaian daun yang menguning. Dan tak seriang canda jenaka peri-peri kecil yang menari ditengah alunan gemericik rinai yang lembut.

Meski begitu, cintaku tetaplah sama. Cintaku masih setia. Ibarat benih bertemu tanah yang subur. Ibarat tunas yang merekah perlahan dalam buaian hangat mentari, bisik lembut angin dan sejuk purna titik-titik air yang jatuh mengkristal. Ia terjaga dalam cawan yang suci bersemarak harum melati.

Jika ia benih, benih itu menjulang dan menghebat. Menumbuhkan dahan, memperpanjang ranting, menghujamkan akar. Semua orang tahu, jikalau berbunga, maka akan menyenangkan siapapun yang melihatnya. Jikalau berbuah, maka siapapun akan tergoda memetiknya.

Lalu kini, mengapa semua itu harus tiada? Padahal kuncup telah berharap akan mekar pada bulan yang basah. Pada hujan yang menebarkan wangi semesta. Tunas-tunas pun berharap jua dipertemukan dengan kerupawanan langit yang gagah. Pertemuan pada semua yang bersanding pesona.

Cinta ini adalah mata air kehidupan. Jikalau daun-daun memerah, apakah cinta itu telah punah? Jika akhirnya rumput pun harus menguning dalam bingkai senja merah. Tiada kecipak air. Apakah cinta telah tercerabut dari pokok kehidupan?

Aduhai jiwa yang mulia lagi bertahan, inilah rumahmu sekarang. Tiada tahta yang menjadi sandaran. Tak pernah jua terlihat singgasana kerajaan bertabur manikam. Seperti jangan pula berharap kau bercengkrama diatas permadani hijau, tebal nan lembut. Apalagi, berandai bersama seorang kekasih pujaan.

Duduklah disini, duhai jiwa yang mencoba bertahan. Di pelataran bebatuan. Dibawah terik. Langitmu adalah silau yang menebarkan gelisah. Tetaplah bernyanyi dengan senandung yang paling tulus. Meskipun tak merdu, bahkan kau sendiri tak terhibur, setidaknya kau mencicipi nikmatnya bergembira menikmati sejengkal kebebasan dari riuh fatamorgana.

Aduhai, menjadilah jiwa yang tenang lagi pemenang. Citamu jauh melintas samudera. Maka, sabarlah. Bertahanlah. Mengabdilah. Tuhanmu mendengar bait yang kau dendangkan dalam sepi sunyi. Dia pun mendengar gemuruh di dadamu, bisik hatimu, sendu pengaduanmu.

Tetaplah setia, aduhai jiwa. Tempatmu tinggi, maka mendakilah. Bersusah payahlah agar kau menghargai tiap tetes air yang dijatuhkan langit. Agar pandangmu menghargai setiap hamparan yang terjebak dalam bingkai matamu. Agar kau selalu dan selalu bahagia saat melewati setiap rintangan yang tertaklukkan. Ingat, tempatmu begitu tinggi. Mendakilah. Bersahajalah.

Cerita cinta ini takkan pernah usai untuk dilafazkan. Ada saatnya ia seolah menghilang, namun sebenarnya ia tertanam dalam tanah. Maka tumbuhnya pun akan sepenuh tanah yang menutupi permukaan bumi.

Maka, jadilah jiwa bersahaja yang dipenuhi oleh cinta. Cinta akan kebaikan dan kebenaran. Cinta yang akan membimbingmu mencium kuntum kesturi dari surga, bersama jiwa lain yang bersahaja.

Tugumulyo OKI, 22 Februari 2012


anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan