Pages

Jumat, 10 Desember 2010

TAK BISA TERUS BERADA DI SINI

Oleh: Rika Januarita Haryati

Satu persatu wajah menghilang dari hadapanku. Satu persatu raga melesat meninggalkanku. Hanya tapak yang menjejak menjadi tanda bahwa mereka pernah hadir di sini. Jejak itulah yang menjelaskan bahwa mereka pernah menghirup udara disisiku. Ramai suara mereka telah menjadi kenangan. Tingkah polah mereka hanya menjadi ingatan yang akan turut memudar bersama putaran waktu. Seiring dengan kerentaan usia dan memori.

Sedang aku masih disini. Berjalan dengan langkah tertatih. Terseok memunguti hikmah-hikmah yang tercecer. Kadang tergesa-gesa memburu waktu agar tidak terhisap pusara kefuturan. Kadang memperlambat ayunan langkah untuk mewaspadai bahaya-bahaya yang akan menghadang di hadapan. Mengatur ritme pergerakan. Kadang bosan dengan jalan lambat yang harus ditempuh. Kadang letih dengan lari yang membuat nafas tersengal. namun tetap saja, wajah-wajah yang ada dijalan ini selalu berganti, selalu tak sama. Satu persatu pergi. Lalu, satu persatu datang. Satu harus pulang menuju kampung halamannya. Lalu, satu harus merantau ke halaman orang lain. hanya aku masih tetap di sini. Bukan orang yang datang, bukan pula yang pergi.

Episode kehidupan terus berputar. Tapi aku begitu angkuh untuk setia dalam putaran yang kini terasa memusingkan. Aku hanya ingin tetap berada di sini. Setidaknya untuk saat ini. Aku hanya berharap mempunyai waktu yang cukup untuk menyelesaikan apa yang prioritas untuk kuselesaikan. Meski keputusanku ini akan ada saja yang mempertanyakan. Mungkin akan ada sindiran yang menggoyahkan keputusanku. Mungkin akan ada saja yang mencibir bahwa aku telah memprioritaskan urusan pribadiku daripada ummat. Sungguh, bukan itu yang aku harapkan. Namun, tidak mengapa jika itu memang kata terbaik yang mampu diucapkan oleh mereka. Menghakimiku, memperolokku, mencelaku, menghinaku. Mempertanyakan kapasitas dan kredibilitasku. Silahkan melakukan apa saja terhadapku. Aku tetap akan menghormati dan menghargai kalian. Kalian dan mereka yang telah lelah membersamai dalam jalan panjang ini.

Telah begitu lama kupendam saja maksud dan keinginanku ini. Tapi sekarang sudah tidak bisa lagi. Tahun baru ini, aku ingin sejenak berlari pada jalur yang tidak biasanya. Tahun ini adalah tahun rasa baktiku dipertaruhkan. Tahun ini adalah tahun dimana orang yang telah merelakan darah dan ruhnya demi kehidupanku memintaku untuk kembali kerumah. Aku tidak bisa lagi berkilah. Saat inilah pengabdianku ditagih. Untuk itu, segala administrasi harus aku persiapkan agar aku memiliki tanah yang sama dengan disini. Semua harus selesai tahun ini. Di tahun baru ini.
Sedikit banyak kisah telah kulalui. Segenap asa masih setia mewujud dalam cita-cita perjuangan. Namun, aku yakin suatu hal, bahwa hari kemarin berlalu saja tanpa terisi dengan ekspolaris segenap potensi yang telah Allah berikan. Sungguh, aku ingin bertobat. Penyesalanku sangatlah dalam. Hampir seperempat abad telah aku sia-siakan. Aku benar-benar telah gila menyia-nyiakan waktu sebanyak itu. Ya Allah, aku ingin bertobat.

Kuhadirkan kembali nama-nama para teman sebaya seperjuangan dan kawan sepermainan. Rata-rata telah dengan bangga mempersembahkan gelar kehormatan dideretan namanya. Bahkan telah banyak yang sudah mandiri dan hidup dari hasil keringat sendiri. Bahkan ada yang sudah membuat sebuah taman kecil peradaban. Sudah banyak karya yang mereka persembahkan bagi bangsa dan agama. Bahkan hari-hari telah begitu padat dengan banyaknya peran yang harus dilakonkan. Aku takjub. mereka benar-benar telah berada di ranah aktualisasi dalam membangun peradaban yang dimulai dari pemenuhan karakter asasi seorang kader dakwah, sepuluh muwashoffat kader.

Tulisanku ini bukanlah refleksi kesedihan atas takdir yang telah dicatatkan untukku. Sama sekali bukan. Bukan pula merupakan protesku atas apa-apa yang bukan menjadi hakku. Semua ada bagiannya masing-masing. Semua ada takdirnya masing-masing. Semua memiliki rezekinya masing-masing yang tak akan pernah tertukar. Aku yakin itu.

Aku hanya ingin kali ini sahabat-sahabatku tulus memahami. Bahwa ada ‘beban’ yang harus dibagi-bagi. Bahwa ada cerita yang harus dilanjutkan. Bahwa ada semangat yang tidak boleh padam meski angin berhembus garang. Justru semangat itu harus berkobar. Itulah semangat menyebarkan kebaikan. Memberi pengertian akan Islam yang merupakan rahmat bagi semesta alam. Walaupun wajah-wajah yang lekat satu-persatu pergi meninggalkan. Pahamilah, jika nanti wajahku pun tak ada di sini. Kita tak bisa berharap untuk terus berada di sini. Namun dimana pun kita berada nantinya tetaplah menjadi sosok yang tidak melepaskan diri dari prinsip-prinsip Islam (insilakh). Tetaplah menjadi pribadi yang memberikan loyalitasnya (wala) kepada Allah, Rasul dan orang-orang mukmin.

Ditahun baru hijriyah ini, banyak sahabat mendoakan agar aku menjadi pribadi yang lebih baik dari hari kemarin. Bahkan mereka pun berdoa agar aku mampu menjadikan Muharram ini sebagai titik tolak perubahan. Sungguh, aku ingin berterima kasih karna telah sudi mendoakan diriku. Teriring doa yang sama dari lubuk hatiku.

Di Villa Terapung, Indralaya
7 Desember 2010/1 Muharram 1432 H. pk.12.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan