Pages

Selasa, 30 September 2014

HIPOTERMIA

Oleh: Rika Januarita Haryati

Aku mengenal dengan jelas kata diatas ketika masih di awal-awal semester kuliah. Saat aku mengikuti kegiatan Perkemahan Sandhiyudha (PERSANDHA) di Danau Pandu yang diadakan oleh dewan racana Pramuka UNSRI. Ketika itu hujan turun dengan sangat derasnya. Menerjang tenda-tenda kami. Sampai banjir dimana-mana. Basah semua. Termasuk baju-baju ganti. Ternyata bukan hanya hujan tapi juga angin. Sudah basah kuyup ditimpa angin pula. Aku menggigil.

Waktu diperkuliahan tentang keadaan mekanisme suhu tubuh ini sudah dibahas. Tubuh kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin. Ini berbahaya. Otot tubuh akan berkontraksi sebagai usaha menghasilkan panas. Detak jantung melemah. Bicara melantur. Bahkan mungkin berhalusinasi. Bagaimana cara mengatasinya? Aku harus segera menghindari sumber suhu dingin atau berselimut. Saat itu sedang hujan deras dan ‘badai’. Jangankan selimut, baju gantipun tak dapat dipakai. Bagaimanalah coba?

Kakak kami menawarkan baju ganti. Baju kaos laki-laki. Bagaimanalah bisa memakainya. Aku berjilbab, sedang lengan baju itu cuma sebatas siku. Akhirnya kutolak dengan halus. Mudah-mudahan aku bisa mengatasi rasa dingin yang semakin menusuk.
Kami berkumpul di tenda panggung tempat pertunjukkan. Tempat teraman dari banjir. Sudah banyak yang tidur-tiduran disana. Di sebelah ujung tenda berkumpul para pramuka putra. Tidur. Aduh, bagaimanalah bisa tidur disini, pikirku. Akhirnya aku hanya duduk sambil berusaha memejamkan mata. Menyugesti diri bahwa udara hangat. Tak berapa lama aku segera tersadar. Karena rasa kram dikakiku. Oh iya ternyata aku menopang kepala seseorang di pangkuanku. Tentu saja kepala seorang putri. Kalau yang putra berani seperti itu juga, berarti cari mati.

Aku pasrah saja. Dingin dan kram menyatu. Aku mulai berhalusinasi. Aku berpikir tentang mati. Dingin semakin menusuk ditambah udara malam hari. Dingin yang berlipat-lipat. Apakah aku akan mati disini, duhai Tuhanku? Aku berusaha untuk tetap tersadar. Jangan sampai pingsan. Ayo, bertahanlah ya. Kamu kuat. Suara seseorang seolah berkali-kali memberi semangat. Aku tahu, aku pasti berhalusinasi.

Saat subuh aku terbangun. Kami sholat berjamaah di tenda tersebut. Entah kapan aku baru sadar jika aku sudah tidak merasa dingin lagi. Baru sekarang terasa betapa nikmatnya diguyur hangat mentari pagi. Aku benar-benar tersenyum sambil menatap arah Timur. Dari semalam kau sudah kunanti, bisikku. Pagi kali ini seolah aku baru terlahir kembali. Jadwal hari ini adalah lomba halang rintang. Pasti mengasyikkan.

Aku tidak jadi mati. Hipotermia. Tapi pada akhirnya aku pasti mati. Bahkan meski tanpa hipotermia. Lalu mengapa aku takut mati? Pastilah karena banyak dosa. Tapi mati itu bisa datang kapan saja kan? Berarti aku masih diberi kesempatan.

Selesai halang rintang, aku segera pulang ke kost. Bukan, bukan karena kapok ikut camping ini. Banyak tugas yang harus segera kuselesaikan. Menggambar hasil praktikum pengamatan sel-sel tumbuhan dan hewan. Setelah selesai, kembali aku terpikir tentang mati. Mau mati dimana? Bagaimana cara matinya? Baru kali itu akhirnya aku berdoa. Ya Allah matikanlah aku sebagai husnul khotimah. Dimanapun tempatnya dan bagaimana akhirnya, izinkanlah aku memiliki kesudahan atau akhir yang baik. Amiin.

Hari ini adalah HUT Pramuka. Aku tetap kagum dengan organisasi ini. Banyak kenangan ketika menjadi anggotanya. Masih ingat rasanya kita kami harus melewati malam dengan ‘perjalanan suci’. Perjalanan yang menguji mental. Di jalan tiba-tiba terasa sangat menyeramkan. Horror. Sudah biasa jika ada yang kesurupan. Dan jika tidak sanggup, kami harus segera memberi kode. Syukurlah, tak ada yang menyerah. Cuma terdengar ada yang menjerit karena terkejut. Ketika telah sampai tujuan, rasanya lega.

Selamat HUT PRAMUKA. Terus tumbuhkan semangat patriotik.

Tugumulyo OKI, 14 Agustus 2013

Senin, 22 September 2014

ORANG BIOLOGI ITU KEREN

ORANG BIOLOGI ITU KEREN

Oleh: Rika Januarita Haryati

Judul itu bukan narsis sih. Tapi kenyataan (nyata narsisnya J). Bagaimana tidak, orang-orang menyangka bahwa kami itu dokter. Sewaktu mengajar anak-anak SMA kelas 3 –sekarang disebut kelas XII- anak-anak suka bertanya tentang penyakit, penyebabnya dan obatnya. Obat yang natural tanpa efek samping. Bagaimana meningkatkan imunitas tubuh? Makanan apa saja yang harus dihindari ketika sakit? Boleh nggak kalau makan nggak pake sayur atau ikan? Biji jambu itu bisa menyebabkan usus buntu nggak? Kira-kira itu sebagian pertanyaan mereka. See, mereka pikir aku dulu kuliah di kedokteran kali ya? Hehe.

Lain lagi dengan adik-adik pengajian. Mereka juga berpikir aku dokter. Mereka anak-anak teknik, dari arsitektur, kimia sampai tambang. Memang sih, acara pengajian kami memang di daerah dekat fakultas kedokteran. Sehingga dengan PD tingkat tinggi, mereka suka mendiskusikan masalah yang berkaitan dan nyerempet dunia kedokteran. Well, ketika mereka tahu aku adalah guru, mereka serasa tak percaya. Mbak cocok banget loh jadi dokter, kata mereka. Haha. Kami memang pernah menyuntik tapi isinya formalin. Pernah juga membedah organ-organ dalam mamalia. Tapi tentu saja bukan manusia melainkan katak/bufo, ikan, mencit dan sejenisnya. Hehe

Tapi memang harus kuakui, waktu kuliah dulu, kerepotannya memang tidak kalah keren dari anak-anak kedokteran. Gayanya kemana-mana pakai jas putih laboratorium. Diktat tebal yang setia menemani. Serta jam kuliah yang padat luar biasa. Belum tugas-tugas yang aduhai. Sometimes like a doctor but on other place like a farmer or natural lovers. Kami meneliti serangga dan tanaman di kampus, di kaki Gunung Dempo Pagaralam, di perkebunan teh, kebun kopi, bahkan di dekat air terjun. Kayak jingle Ninja Hattori: Mendaki gunung, lewati lembah. Sungai mengalir indah ke samudera. Bersama teman berpetualang. hehe. Seru sih memang.

Saat menjadi Researcher, kami membuat Herbarium atau Awetan Basah. Tentu saja ini praktikum yang seru. Karena kami mencari tanaman sendiri serta hewan sendiri. Artinya, kami jalan-jalan lagi. Pergi ke Pantai Pasir Putih Lampung ‘cuma’ untuk mengambil bintang laut, bulu babi (ini nama hewan air loh, bukan pig’s hair), bermacam-macam kerang, dan lain-lain. Untuk tanaman, Gunung Dempo Pagar Alam selalu menjadi andalan, soalnya sekalian hiking. Untuk pedalaman materi tentang tumbuhan dan kehewanan, biasanya kami mengunjungi LIPI, Kebun Raya Bogor, Museum Bogoriense, Sea World Ancol, Taman Bunga Nusantara, Taman Safari bahkan ke Bali. Ini peneliti merangkap petualang ala koper.

Dosen-dosen kami sebenarnya termasuk moderat. Mana ada ceritanya mahasiswa yang ikut demonstrasi menolak kenaikan SPP, misalnya, yang dilarang mengikuti kuliah atau nilainya dibuat miris, dapat D atau E. Aku bersyukur, dosen kami termasuk jajaran yang mendahulukan profesionalitas kerja. Kalau cerita dosen killer, tentu saja ada. Aku bahkan sering berurusan dengan beliau. Mulai yang dari lupa materi, tidak siap ketika di kelas dan bahkan tidak ikut ujian ketika semesteran. Wow, panjang ceramahnya. Aku yakin, beliau pasti sangat jengkel, mangkel, kesel kalau harus berurusan denganku. Di saat yang lain menciut, tak berani mengemukakan sepotong kata meskipun memiliki alasan yang krusial, aku dengan tenang menjawab segala yang menjadi kerisauan beliau. Tapi luar biasanya, aku selalu mempunyai alasan efektif. Mau tidak mau, ketika ia bilang, tidak ada ujian susulan, maka ia memperbolehkan ujian susulan. Aku tahu, sebenarnya dosen killer ini aslinya baik sekali, dia killer untuk membuat kami belajar lebih serius. Tapi ya hanya segelintir orang yang tahu sisi lainnya ini. Di dalam kelas, bisa jadi beliau cerewet sekali. Tapi di luar kelas, beliau ramah sekali. Asal berani menegur beliau duluan. Yang kata teman sih, cari mati loe. Haha.

Yah, orang Biologi itu keren. Soal alam, mereka idealis. Kalau ada perlombaan taman jurusan atau himpunan, maka yang biasanya menang ya Biologi sama mapala. Biologi ini saingan berat mapala yang dalam sekejap menjadi partner beratnya. Buktinya ‘tausiyah’ tentang kelestarian alam yang ditempel dipohon-pohon kampus itu hasil karya duet mereka. Begitu juga dengan penamaan ilmiah untuk tanaman dalam area kampus. Entah kalau sekarang.

Orang Biologi itu didoktrin untuk menanam minimal satu pohon/tanaman. Kalau tidak mempunyai pohon, berarti oksigen yang kau hirup itu hasil dari tanaman orang lain. Kamu benalu. Siapa coba yang mau jadi benalu. Bahkan untuk kertas ujian, draf bimbingan skripsi, kami diperbolehkan memakai kertas bekas (yang sisi sebelahnya masih bisa digunakan). Wah itu kabar bagus. Bisa buat penghematan sekaligus penerapan don’t be useless.

Ketika silaturahim ke rumah dosen-dosen, mereka benar-benar pencinta alam sejati. Rumah mereka asri, rindang dan sejuk. Banyak bebungaan dan pepohonan. Rumahku nanti juga begitu, insya Allah.

Dalam hal mata kuliah, aku pikir Biologi yang paling seimbang. Tidak melulu menghitung dan logis. Tidak juga cuma cuap-cuap teoritis. Mata kuliahnya banyak yang menyenangkan. Saat belajar tentang anatomi buah, dosen kami membawa bermacam-macam buah, setelah dipelajari, kami pesta buah alias fruits party.hehe. Saat belajar tentang anatomi daun, dosen kami membawa bermacam-macam daun bahkan juga membawa contoh bibit tanaman. Setelah selesai bibit itu dibagikan gratis untuk kami. Lumayan, harga bibit itu lumayan mahal bisa 30-ribuan/bibit. Saat mempelajari ikan, anak-anak kost boleh membawa pulang ikannya. Pokoknya praktikum itu bisa berarti penghematan buat anak kost. Tapi herannya setelah diadakan praktikum cacing, gak ada satupun mahasiswa yang mau membawa pulang cacing tersebut. Haha.

Yang paling berat itu saat menjadi guru. Menjadi guru berarti menjadi contoh yang akan diikuti. Teladan. Mau cantik/tampan atau biasa, mau kaya/miskin, mau pemalu/supel, mau cuek/ramah, ketika menjadi guru kamu harus terdepan dalam mencontohkan yang baik. Meski merasa tidak pandai berkata-kata, kamu harus bisa menjelaskan, merangkai kata. Kamu harus bersemangat agar suaramu sampai hingga pojok belakang. Kamu harus menguasai materi. Harus berangkat pagi-pagi. Harus bersabar meski rasanya kepala sudah berasap. Apalagi menanggapi pertanyaan murid-muridmu yang terkadang aneh. Dikelas XII, Biologi itu mempelajari pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pembelahan sel, genetika, mutasi, evolusi dan bioteknologi. Belum jika harus mengulang pelajaran Biologi kelas X dan XI. Materi reproduksi saja, pertanyaan dan rasa penasaran anak-anak kadang tidak terbendung. Apalagi ketika tahu gurunya amat sangat moderat dan demokrat. Boleh bertanya apa saja.

Nah ini yang spesial untuk para guru. Bahwa apa yang diajarkannya akan menjadi amal jariyah. Saat ia membawa pencerahan, mendidik, membina, menguatkan hati yang retak, membuatnya merasa sangat berguna. Kebahagiaan tak terperi. Kadang gurupun bias meredam ketakutan, memberi semangat, menceriakan hari, menerbitkan senyum. Guru itu bisa menyentuh jiwa dan mengasah pemikiran. Baiknya akhlak guru akan berimbas ke sebagian siswanya. Mereka inilah yang secara sederhana dan diam-diam menghantarkan siswanya menuju kesuksesan. Tentu saja, bagi yang mengerti arti guru yang sebenarnya.

Orang Biologi itu keren. Rasanya cuma di pelajaran Biologi siswaku yang nyantai, asoy geboy-geboy di kelas. Rasanya juga cuma dipelajari ini, mereka boleh nyanyi dan tertawa-tawa sepuasnya. Rasanya juga cuma dengan orang pas pelajaran ini, mereka bisa mengkritik dan memberi kripik. Haha. Bahkan ada yang langganan ke kamar kecil. Bahkan ada yang menumpahkan tangisnya saat pelajaran ini. Yah, apalah daya, mungkin mereka pikir inilah saatnya bebas berekspresi.

Well, note ini tentu saja tidak bermaksud mengecilkan peran ilmu-ilmu lainnya. Ini benar-benar pure, karena penulisnya adalah orang yang bisa langsung teler kalau menghadapi integral, kalkulus, reaksi redoks, rumus Einstein, dan kawan-kawannya. Menurutku orang-orang yang istiqomah bergelut di dunia tadi itu bukan orang-orang keren tapi orang-orang keren sekali. Begitu juga dengan ilmu sosial, secara penulisnya kagok kalau diajak debat atau diskusi. Apalagi kalau harus orasi panjang kali lebar mengenai perikehidupan sosial yang terus berkembang. Apalagi jikalau harus menganalis kemajuan hari ini apakah menuju progresifitas yang didambakan atau malah regresifitas yang tidak diinginkan.

Kita adalah keren, pada bidangnya masing-masing. Keren yang hakiki tentu itu yang kita inginkan. Dan orang yang terkeren adalah orang yang paling banyak manfaatnya dan paling baik akhlaqnya.

I am going to go back to Palembang, goodbye Tugumulyo City. I’ll always miss u.

Tugumulyo OKI, 17 Juli 2013 pk.09.42

Minggu, 21 September 2014

HUJAN, HUNAIN, HUJAN!

Oleh: Rika Januarita Haryati

Kau pandangi hujan, Hunain. Hampir saja ia tak jadi turun. Menitik lembut. Kaupun cepat menganalisis dan berspekulasi. Tak mungkin kau terobos hujan. Langit telah menghitam. Sebentar lagi hujan menderas, Hunain. Dan benar saja, sepersekian detik berikutnya, titik-titik lembut pecah berdebam. Inilah hujan, Hunain.

Apakah kau masih ingat cerita hujan, Hunain? Saat Ia ingin memelukmu. Saat ia mengejarmu berkilo meter dengan sejuta peluh. Kau lari ketakutan. Ia terus mengejar. Sampai kau menyerah, lalu kuyup sekujur tubuhmu. Kau menggigil. Lalu kau menangis. Cinta macam apa ini? Aku tidak butuh, teriakmu lantang. Lalu hujanpun surut. Menghilang dari kehidupanmu.

Oh Hunain, di seberang negeri ini orang-orang mencari hujan. Mereka berdoa agar diceriakan hidupnya dengan hujan. Tangan mereka telah tengadah tinggi-tinggi ketika baru saja tercium aroma hujan. Mereka menyambut dengan segala rupa kesibukan. Menyiapkan ember-ember besar, bahkan kaleng-kaleng kerupuk karatan untuk menampung hujan yang masuk melalui celah atap yang telah usang. Lihatlah, saat hujan mereka berpesta di tengah halaman rumah. Saling memercikan hujan kepada yang lain. Pura-pura menghindar. Padahal kuyup sudah sekujur badan. Betapa romantisnya mereka terhadap hujan, Hunain.

“As samaa-u tumthirul aan*”, katamu kemudian. Lalu, apakah kau akan kembali menghindar, Hunain? Kau menggeleng perlahan, ragu. Kau membayangkan betapa menggigilnya saat hujan menusuk kulitmu. Namun kau berpikir bahwa sudah saatnya kau menerima hujan. Bunga yang kau tanam telah banyak yang layu dan mati, bukan? Tamanmupun kerontang.

Hei, hujan, Hunain, hujan. Kau pun sumringah. Memejamkan mata. Membayangkan kehangatan yang datang bersama guyuran hujan. Membentangkan harapan agar bunga-bunga kembali harum memekar. Berjanji ditengah percik berderai akan mencintai hujan dengan setulusnya. Menerbangkan doa-doa dan harapan yang mulai kau rajut dengan sabar.

Hujan, Hunain, Hujan! Ibarat emas yang tiba-tiba turun. Jika kau mengerti nilai emas, kau akan berlari memutirinya percik demi percik. Tak rela jika ada yang jatuh terhisap oleh yang lain. Tak suka, jika ia lama tak datang.

Hujan, Hunain, ia membawa kebaikan. Kebaikan bagi orang-orang baik. Ia itu tentara Allah, mana mungkin ia menyakitimu, bukankah begitu? Maka sudah selayaknya kita merayakan setiap pertemuan antara tentara Allah.

Hujan, Hunain, hujan! Ayo rentangkanlah tanganmu.

Note:

*langit hujan sekarang

Tugumulyo penuh butiran hujan, 17 Juli 2013 pk.15.00

Sabtu, 20 September 2014

YANG BAIK TAKKAN TERBUANG

Oleh: Rika Januarita Haryati

Syukurlah, hari ini cerah seperti yang kuharapkan. Di luar telah terdengar cicit burung-burung saling bersapa. Mereka bercakap-cakap.Bercerita telah mengitari apa saja. Membanggakan anaknya yang telah mulai berani terbang jauh. Membawa kabar yang diwartakan angin dalam damai. Mencari makanan lezat. Mereka saling berkeciap selang seling di atas dahan pohon yang mulai meninggi bersama pelukan hangat mentari.

Aku suka berlama-lama menikmati prosesi pagi seperti ini.Ini pagi seperti de javu. Seperti telah kualami sebelumnya namun sungguh aku yakin ini adalah pagi yang lain. Pagi yang baru. Ini pagi yang aroma basahnya kuhirup dalam-dalam. Meskipun flu karena terguyur hujan kemarin, bersin bertubi-tubi karena dingin yang melekat, tak mampu melenyapkan betapa istimewanya pagi ini.

Aku ingin menjadi sosok yang baru, kata hatiku mematri. Aku yang dulu telah mati. Terimalah aku yang baru wahai jiwa ragaku. Jangan takut,takkan sepenuhnya aku yang dulu hilang. Hanya hatiku saja yang baru. Dalam hati yang baru ini, bisa jadi banyak kenangan yang ter-install. Aku butuh mencari kembali back up dari file yang lama. Tapi tenanglah, kenangan terbaik takkan hilang. Yang baik takkan terbuang.

Kenangan dengan keluarga sederhanaku, meski sebagian nama tak lagi tercantum dalam kartu keluarga. Meski tubuh mereka telah ditanam bertahun-tahun lalu. Oh masih tergambar jelas gurat wajah mereka. Masih setia derai-derai airmata setiap kusebut nama mereka, setiap ingat pada mereka.

Entahlah, dalam sekejap hati seolah hancur dan remuk. Dada ini terasa sesak menahan gelombang perasaan. Ingin rasanya menangis sejadi-jadinya, agar lega. Apalah daya, hanya isakan tertahan yang terdengar. Bukan, bukan aku tak ikhlas. Tapi pengajaran ini kurasakan berat adanya. Tuhanku, jika Kau ambil mereka karna kerinduan-Mu kepada mereka, tentu aku ikhlas. Namun jika Kau ambil mereka hanya untuk kau abaikan,sungguh aku tak rela. Aku tahu, Kau Maha Adil, takkan Kau sia-siakan kebaikan meski hanya sebesar dzarrah. Berilah mereka rezeki yang layak di sisi-Mu.Terangilah peristirahatan mereka dengan sinar hangat namun tidak menyilaukan.Serta kumohon ampunilah dosa-dosa mereka. Indahkanlah rumah mereka saat ini. Kediaman mereka yang tenang dan nyaman.

Kenangan dengan teman-teman terbaik. Mereka yang selalu setia membersamai. Bisa jadi, jarak kami saling berjauhan. Jauh di mata tapi dekat di hati. Jika dekat di mata, tambah dekat di hati. Mereka yang membuat beban di pundakku terasa lebih ringan. Mereka yang mudah berbagi semangat.Mereka yang tak pelit memberi masukan, senyuman tulus, serta kebahagiaan. Mereka yang takkan tega membohongiku hanya agar aku percaya padanya. Siapapun mereka, seolah Kau mengirimnya agar aku belajar banyak hal dari mereka.Sungguh, mana mungkin mereka hilang. Oh Tuhanku, jagalah nama-nama mereka.Sungguh, Aku ingin mendaki bukit terjal kehidupan ini bersama mereka. Aku tahu,dengan tali ikatan yang telah Kau jalin diantara kami, kami akan saling menjaga. Meski nanti ada yang terperosok, aku yakin, mereka takkan melepaskan genggaman tangannya.

Kenangan tentang ustadzah, guru dan dosen-dosenku yang menginspirasi. Ucapan mereka kusemat dengan apik di sanubari. Pemikiran mereka terkadang laksana harta karun yang membuat jiwa menjadi kaya. Melihat ustadzahku yang sabar, serasa mereguk air oase di gurun panas. Memandang guruku yang tulus, serasa selimut yang menghilangkan gigil di musin dingin. Memotret dosenku yang rendah hati, serasa kemenangan akan peradaban kemanusiaan. Oh Tuhanku, ridhoilah ilmu mereka serta berkahilah umur mereka.

Bahkan ada banyak nama yang tak kukenal yang telah menorehkan kebaikannya untukku. Seorang Mapala yang mengikhlaskan kursinya untukku sehingga ia berdiri selama satu jam dalam bus. Seorang Jawa yang menangkap barang-barang yang hampir jatuh menimpa kepalaku. Seorang Jawa -lagi-yang menambalkan ban motorku. Seorang polisi yang mengisikan minyak bensin motorku. Seorang tukang ojek yang menganti busi motorku saat mogok sampai seorang tukang parkir yang membetulkan kaca spion motorku dan tukang parkir lainnya yang menyelamatkan kunci motorku. Uniknya, mereka melakukan semua itu tanpa kuminta. Aku sama sekali tak kenal nama mereka. Yang paling kuingat,wajahnya ada yang sangar dengan tato di sekujur lengan. Tapi kebaikannya takkan pernah kulupa.

Yang baik takkan terbuang dari ingatan yang paling usang sekalipun. Semoga.

Indralaya OI, 18 Juli 2013 pk 13.10

Jumat, 19 September 2014

GRATIS

Oleh: Rika Januarita Haryati

Udara ini gratis, hiruplah sepuasmu. Lambain pepohonan, siluet senja, angin yang berlabuh dengan semilir, juga gratis. Tapi kita tetap harus tahu berterima kasih.

Doa itu gratis. Mau berdoa sebanyak dedaunan di dunia. Mau sebesar seluruh gunung yang dijadikan satu. Mau siang malam menadahkan tangan, tetap gratis. Mau meminta apapun juga, silahkan. Gratis. Tapi kita tetap harus tahu kemana doa kita panjatkan.

Air pun gratis. Mungkin ada yang harus bayar. Tapi pada dasarnya ia gratis. Ia turun dari titik-titik kecil. berkumpul sampai tenggelam bersama lautan hingga samudera. Selama apapun proses terbentuknya di langit, ia tetap gratis. Mau dipakai untuk keperluan cuci bersih sejuta ummat, gratis. Mau digunakan untuk bermain-main juga gratis. mau ditampung dalam kolam sebesar negara Indonesia pun gratis. Tapi kita tetap harus bijaksana dalam mengelola dan menggunakannya.

Sebuah kitab dengan nama kita tertera didalamnya juga gratis. Mau melakukan apapun kita nantinya. Mau jungkir balik sekalipun. Mau terserahlah hidup ini. Mau baikkah atau burukkah akhlak yang punya, kitab itu disediakan secara gratis. Tapi kita harus menyadari, dengan tangan yang mana kita akan menerima kitab tersebut.

Semua memang gratis tapi berat sekali konsekuensinya. Udara memang gratis, tapi sekalinya harus bayar, harganya mahal sekali. Air gratis, tapi jika ia tidak ada, orang rela menukarkannya dengan seluruh kekayaan yang dipunya. Doa juga sama, gratis. Tapi kadang bisa menjadi sesuatu yang disesali seumur hidup. Berapa banyak orang berkata, mengapa aku dulu berdoa begitu, begini? Lalu pada kitab yang berisi biografi hidup kita, akan baikkah atau burukkah ceritanya. Pada akhirnya nantinya akan tersenyum sumringah ataukah menangis darah saat kitab itu dibagikan secara gratis.

Semua yang gratis terlihat menyenangkan. Lihatlah pembagian sembako gratis. antriannya mengular bahkan terkadang memakan korban. tapi mereka enjoy-enjoy saja. Tidak kapok.

Semua yang gratis terlihat tidak ada konsekuensi, murah, tak berharga. Semua yang gratis terlihat tidak penting. Hanya jika ia tak ada baru orang menghargainya. Baru orang ketar-ketir dibuatnya. Baru kocar-kacir mencarinya.

Aku teringat satu cerita temanku. Tentang cerita tetangganya yang membeli kulkas baru. Kulkas yang lama ingin ia berikan kepada tetangganya yang lain. Tapi ia malu, karena rata-rata di komplek perumahan tersebut adalah orang kaya. Maka ia pajang kulkas itu di halaman rumah dengan tulisan 'gratis' yang ditempel di pintu kulkas. Sehari, dua, hingga tiga hari, kulkas itu masih bertahan tanpa bergeser seinci pun. Wah gawat, kalau semakin lama, kulkasnya akan rusak karena terkena panas dan hujan secara langsung. Akhirnya ia mengganti tulisan lalu ia tempel kembali di kertas. Ajaib. Hanya setengah hari kulkas itu telah raib. Dicuri. Emang apa tulisannya? 'Dijual, Rp. 500 ribu saja'. Ya, ternyata gratis itu juga bisa membuat curiga. Mungkin disangka barang rongsongkan. Kami yang mendengarnya pun tertawa.

Apalagi yang gratis? Selanjutnya mungkin love. we can love someone or something. It's free. Mau bagaimanapun keadaan kita, kurasa tak ada undang-undang yang melarang untuk mencintai seseorang atau sesuatu. Mau naksir siapa, gratis. Atau mau suka apa, selera bagaimana, gratis. Tak ada pajak. Tapi harus siap-siap saja menderita pikiran dan perasaan. Bahagia dan merana sekaligus. Kalau tidak siap, oh alangkah mahalnya harga perbaikan jiwa itu.

The last, mau jadi orang gila juga gratis. Kerjanya cuma makan, minum, tidur. semua gratis. Asal tidak membahayakan keselamatan orang lain, mau wara wiri kemana-mana juga gratis. Mau nyanyi, pidato, nari, atau bahkan ceramah politik juga silahkan. Bahkan mau buat partai orang gila pun boleh, gratis kok. Gak percaya? Buktikan saja sendiri. Jadilah orang gila.

The second last, hei ada juga makan dan minum gratis. Seharian, kita keliling dari rumah ke rumah. Mau makan apapun gratis. Kalau tidak gratis, justru aneh dan akan jadi pergunjingan publik. Hari raya memang hari yang istimewa. Mau dating sendiri, mau berombongan orang sekampung, well, pada hari ini, semua orang boleh makan apa saja yang disediakan karena semua gratis.

Taqobbalallahu minna wa minkum. Semoga Allah menerima (amal ibadah) aku dan kalian. Shiyamana wa shiyamakum. Puasaku dan puasa kalian. Semoga kita minal ‘aidin wal faizin. Semoga kita menjadi bagian orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang. Selamat Idul Fitri 1434H. Mohon maaf lahir dan bathin.

Tugumulyo OKI, 12 Agustus 2013/ 5 Syawal 1434H

Kamis, 18 September 2014

ABOUT HATE, LOVE AND MY ROOMMATES

Oleh: Rika Januarita Haryati

Pernah punya perasaan benci kepada seseorang? Tentu pernah. Awalnya mungkin hanya kecewa lalu menumpuk menjadi kemarahan lalu berubah menjadi benci dan dendam.

Mengapa ada rasa benci? Banyak penyebabnya. Dari hal yang sepele sampai yang prinsipil. Ada orang yang benci jika tidak diperhatikan ketika bicara. Ada yang benci karena melawan atau berseberangan dengan prinsip-prinsip hidupnya. Bahkan ada yang benci cuma gara-gara bukunya tidak sengaja terjatuh. Ya, tergantung seberapa besar dan lapang hati seseorang.

Ada seorang teman satu kost, ia tidak mudah marah. Hatinya lapang sekali. Ketika teman serumahnya, anggaplah itu aku, membuang sampah sembarangan ia bersihkan. Ketika piring menumpuk, ia cuci. Ketika kamar mandi mulai licin, ia sikati. Ketika air keran di bak mandi luber, ia tutup dengan kain karena kerannya memang rusak. Ini bukan terjadi sekali. Berkali-kali.
Kekerenannya berlanjut. Jika tidak ada yang beres-beres rumah, ia segera pasang badan. Ia ambil sapu. Bahkan setelah itu ia langsung mengepel. Wah senangnya punya teman se-kost seperti dia. Tapi pernah aku mendengarnya ngedumel, ya kalau nggak langsung dibersihkan, semutnya datang semua, katanya. Wah akhirnya ia mulai kesal. Asyik, pasti curahan hatinya bakal tumpah ruah segera.

Tapi eh tapi setelah selesai membersihkan bekas kecap yang tumpah, ia kembali sumringah. Malah plus senyum. Tinggal aku yang tidak enak hati. Akhirnya kuberanikan diri bertanya: kok mbak jarang marah sih? Matanya membulat. Katanya, “Lah ngapain juga marah. Soalnya aku suka pusing kalau liat rumah berantakkan. Rasanya nggak mood ngapa-ngapain. Pikiranku jadi butek,hehe.makanya daripada marah-marah ngabisin energi nggak jelas, mending energinya buat beres-beres. Lagian juga berpahala. And niatnya sebagai bentuk fastabiqul khairot. Betul nggak?”

Asli malu sekali rasanya. Kalau aku ada di posisinya, mungkin teman se-kost-ku akan kecemberuti seharian full jika ia melakukan itu. Setidaknya kusindir biar sadar diri. Eh dia malah bilang bahwa kita sudah dewasa. Sudah mengerti tanggung jawab masing-masing. Jika masih tidak mengerti, anggap aja anak-anak. Beres kan? Perempuan dewasa, begitu aku mengenalnya.

Ada lagi teman kostku yang baik sekali. Kalau beli makanan ia selalu ingat aku. Ukh, sudah makan malam belum? Aku beliin nasi goreng ya? Wah ada malaikat tak bersayap nih ceritanya. Dan setiap ia beli makanan untuk kami, dia tidak pernah perhitungan. Benar-benar tidak ia hitung. Mestinya kan habis berapa ditanggung bersama. Cara menyiasatinya, ya aku giliran membelikan makanan untuknya. Kami benar-benar seperti satu keluarga kandung. Jangan ditanya bagaimana baiknya dia. Orangnya periang dan humoris. Lalu yang paling penting, ia suka tantangan dan mengambil resiko. Ia sering berdiskusi denganku. Pokoknya, meskipun sekarang kami berjauhan, namanya kucatat dengan indah. Your name included in my best friends.

Sekarang, all of my roomates sudah pada berkeluarga. Bahkan sudah pada punya anak. Tinggal menunggu yang ‘sok dewasa’ itu. Hehe.

Terhadap sahabat karib, tentu saja ada saat dimana kita merasa kesal atau benci dengannya. Tapi rasa cinta kita tentu jauh lebih besar. Benci itu hanya emosi sesaat. Sedang cinta, insya Allah emosi jiwa untuk selamanya.

If I hate you, it’s only temporary. But if I love you, it will be forever. Insya Allah.

Tugumulyo OKI, 14 Agustus 2013/6 Syawal 1434H

Rabu, 17 September 2014

SUARA

Oleh: Rika Januarita Haryati

Oleh: Rika Januarita Haryati

Suara di pagi lembut menyapa.Suara embun bergelayutan. Suara daun jatuh malu-malu. Suara kecipak air disurau membasahi wajah. Suara ayam menawarkan persahabatan. Suara anak-anak berebutan mandi. Adapula suara meriam jatuh membentur dinding-dinding rumah.

Suara-suara berkobaran dikala siang. Suara kampanye menjual janji manis penuh siasat. Suara sapi-sapi memotong rumput yang kering. Suara sumbang biduan merayu. Suara kutukan, caci-maki penuh kebencian. Namun adapula suara khotbah khusyuk di ruang kecil di sudut bangunan mewah. Dimana suaramu? Kucari- cari suaramu nan merdu dan merindu.

Suara kelelahan di sore hari.Suara derum asap-asap membumbung ke angkasa. Suara klakson menjerit mengagetkan. Suara derap langkah pulang ke kandang. Suara serak habis berjualan. Suara malas penuh kepenatan. Suara kerinduan pada hipnotis rumah. Suara sendok dan piring beradu. Suara kecap bermacam-macam makanan. Suara sirine meraung. Aku suka suaramu.

Dari berjuta suara yang kudengar pada pagi, siang, sore dan malam, suaramulah yang paling kurindukan.Suara tegas namun berubah lembut syahdu menyentuh kalbu ketika tanganmu memangku Al Quran. Kau bicara segenap jiwa. Kau bernada dengan memberikan hak-hak yang sesuai pada semua huruf yang berjajar dan berangkai indah. Suaramu selalu mengingatkan pada suara gemuruh anak-anak kecil di Palestina. Mereka merencanakan bermain bola di tengah ancaman meriam. Mereka menyetor hafalan.Entahlah, apa hubunganmu dengan mereka. Tapi apa yang kau senandungkan di tiap kudengar selalu membuat jatuh lunglai. Suaramulah yang kurindui. Suaramulah penghilang dahaga. Suaramu selalu membuat jatuh hati.

Palembang, 25Agustus 2013 pk.15.23

Note:

Kemarin kulihat anak-anak muridku duduk melingkar. Mereka mengaji bergantian. Aku terpaku khusyuk mendengarkan. Pada hari itu aku mengajar dari jam kedua sampai jam kedelapan. Full time. Rasanya lelah dan berat luar biasa. Berjalan saja rasanya sudah hampir terhuyung. Tapi ketika mendengar suara mereka, aku tidak jadi pulang. Aku duduk terdiam. Kuresapi saja ayat-ayat yang beterbangan di udara. Benar-benar terasa sejuk dan menyejukkan jiwa. Trims ya.

Minggu, 14 September 2014

MENGAPA?

Oleh: Rika Januarita Haryati

Saat kota-kota semakin benderang
Mengapa pikiran kita menggelap

Saat makanan berserakan dimana-mana
Mengapa kita menjadi semakin lapar

Saat teknologi semakin maju
Mengapa hidup kita semakin susah

Saat ilmu mengalir menderas
Mengapa kita semakin tak tahu adab

Saat lagu dan musik syahdu jadi selingan
Mengapa tingkah kita semakin kasar

Saat pendidikan semakin tinggi
Mengapa nurani kita semakin turun

Saat kita diberi hidup
Mengapa kita mencari mati

Saat kita diberi mati
Mengapa kita baru menyesal

Saat cinta datang
Mengapa kita terburu-buru pergi

Saat kita menyukai kesederhaan
Mengapa tubuh kita menerangkan sebaliknya

Mengapa?

Palembang, 29 Agustus 2013 pk.17.00

Sabtu, 13 September 2014

AKU BUKAN DIA

Oleh: Rika Januarita Haryati

Mungkin di zaman yang telah lalu, ada orang sepertiku. Dia begitu mirip denganku. Sifatnya, gayanya, cara berbicaranya bahkan senyumannya. Tapi aku bukan dia. Aku bukanlah reinkarnasi dari dia. Jika kau bahagia karena mendapatiku mirip dengan dia, sungguh pada akhirnya kau sendiri yang akan berkata bahwa kami berbeda.

Mungkin di belahan bumi yang lain, ada orang yang seperti kembaranku. Tertawanya, marahnya, bahkan mungkin tulisannya. Tapi yakinlah, aku bukanlah dia. Diapun bukanlah aku. Kami sama sekali tidak sama. Meskipun mata kami sama, begitu juga alis kami. Meskipun begitu persisnya, sesungguhnya jangan pernah berspekulasi bahwa pemikiranku akan seperti dia. Memang sih, bisa saja sama, tapi jangan samakan. Aku selalu memikirkan hal ini. Mengapa dua atau tiga orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan bisa tercipta sama persis. Wajahnya, senyumnya, matanya dan perawakannya sama persis. Bedanya, kalau aku berbahasa Indonesia sedang dia yang mirip denganku berbahasa Arab. Kalau aku tinggal di Palembang, maka ia tinggal di Teheran. Anehnya, kami bahkan tak pernah saling bertemu.

Sebagai orang Biologi aku memikirkan bagaimana gen-gen yang diturunkan oleh kedua orang tuaku, membentuk diriku yang saat ini. Apakah orang tuanya memiliki gen-gen yang mirip dengan kedua orang tuaku? Apakah ini hanya bukti bahwa kami mewarisi gen-gen Nabi Adam dan Hawa? Sehingga jika gen dalam DNA yang menyusun janin manusia mirip maka ia akan terlahir mirip meskipun keduanya hidup berjauhan. Satu di Afrika sedang yang lainnya ada di Kutub Selatan, mungkin.

Aku punya seorang teman yang wajahnya mirip sekali dengan selebritis holywood. Padahal mereka pernah kenal saja tidak apalagi berkerabat. Lalu mengapa mereka bisa mirip? Ada mitos yang mengatakan bahwa setiap kita terlahir kembar tujuh. Di tempat lain ada enam orang yang mirip dengan kita. Sampai sekarang aku belum menemukan bukti secara ilmiah.

Aku dengan saudara-saudaraku yang lain bahkan mempunyai wajah yang tidak mirip. Banyak orang tidak sadar kalau aku sedang berjalan dengan saudara kandungku. Setelah kuperkenalkan, kebanyakan temanku akan berkata:” kok tidak mirip?”. Untuk hal ini aku punya jawabannya, yaitu gen-gen yang diturunkan orang tua ke anaknya ada empat pola. Pertama, dominan gen ayah. Kedua, dominan gen ibu. Ketiga, kombinasi dari keduanya, yaitu kombinasi gen-gen dominan. Keempat, kombinasi gen-gen resesif (gen yang dikalahkan). Jadi jika sesama saudara tidak mirip ya tidak masalah. Tak perlu meradang. Anehnya aku justru mirip dengan orang lain. Hal inilah yang tidak pernah bisa aku pecahkan. Sampai sekarang belum ada riset mengenai kemiripan yang terjadi tanpa adanya hubungan kekerabatan.

Menurut perenunganku, kita semua mendapat bagian dari gen-gen Adam dan Hawa. Gen mereka berdua dikode oleh anak-anaknya, dan seterusnya sampai generasi selanjutnya. Sampai sekarang pada generasi abad 21. Bahkan mungkin saja bisa tetap diturunkan sampai abad-abad kedepan. Jadi kemiripan yang terjadi di bumi ini hanya sebagai penegasan bahwa kita semua mempunyai nenek moyang yang sama. Bahwa moyang kita bukanlah hewan primata yang berevolusi menjadi Pithecantropus erectus lalu akhirnya menjadi Homo sapiens dan sempurna menjadi manusia dewasa ini. Maka, meski materi pelajaranku ada Bab Evolusi-nya, aku tidak akan pernah menyebutkan bahwa nenek moyang manusia adalah seekor kera. Nenek moyang kita semua adalah Adam dan Hawa. Bahkan kera saja nenek moyang juga kera. Gorilla pun nenek moyangnya adalah gorilla. Bahkan sesama hewan primata saja, mereka mempunyai nenek moyang masing-masing. Tak ada sama sekali pembahasan evolusi kera menjadi sipanse lalu menjadi gorilla. Masing-masing mempunyai akar moyangnya masing-masing.

Wallahu a’lam.
Palembang, 4 Desember 2013 pk.16.14

Jumat, 12 September 2014

TEMPAT MENGAJAR IDAMAN

Mengajar yang mengasyikan itu:

1. Tidak seminggu full time alias seminggu cuma 3 hari saja
2. Tidak harus dari pagi sampai sore. Cukup kalau ada jadwal saja
3. Banyak tunjangannya, kesejahteraan guru diperhatikan oleh institusi
4. Mau ngetik ada PC sekolah, mau ngeprin ada printer sekolah, mau kertas, ada di sekolah, mau ngadem, mau wifi juga bisa,
5. Salary besar plus asuransi
6. Boleh ngajak anak-anak kekantor
7. Ada program rihlah untuk guru setiap semester
8. Kalau ada acara sekolah, boleh ngajak orang lain or suami
9. Ramah and hormat terhadap perempuan
10. Akreditasi sebagai sekolah unggulan

what's ur opinion?

Kamis, 11 September 2014

PADA AKHIRNYA

Oleh: Rika Januarita Haryati

Pada akhirnya, kita akan kehilangan ruh yang kita dapatkan
ketika masih menjadi janin.
Lalu apa yang mau kita banggakan?

Pada akhirnya kerupawanan kita memudar.
Lalu apa yang membuat kita jumawa?

Pada akhirnya harta kita hanya jadi perebutan berdarah-darah.
Lalu apa yang membuat kita serasa memiliki segalanya?

Pada akhirnya orang-orang yang kita cintai akan pergi.
Lalu apa yang membuat kita merasa sempurna?

Pada akhirnya tubuh kita akan ditanam dalam tanah.
Padal dulu kita suka sekali menebang apa-apa yang akarnya tertancap di tanah.
Lalu apa yang membuat kita berani bertingkah pongah?

Akhirnya, kita hanya akan menjadi makanan ulat dan cacing.
Lalu dimana kekuatan kita untuk mengusir mereka?

Pada akhirnya kita hanya sendiri.
Kemana teman-teman yang dulu selalu merubung kemana kita pergi?

Pada akhirnya kita akan ditanya.
Kemana gaya elegan kita saat mengintrogasi orang lain?

Pada akhirnya kita tersadar.
Negeri akhirat adalah kampung halaman kita yang sebenarnya.
Amalanlah yangmenjadi sahabat setia.
Kafan putih adalah pakaian terindah yang kita punya.
Liang lahat adalah istana sementara kita sebelum menerima kitab amalan.

Pada akhirnya, kita memahami apa-apa yang penting bagi kehidupan kita

Palembang, 6 September 2013 pk.21.00

Rabu, 10 September 2014

MENJADI GURU

Oleh: Rika Januarita Haryati

Menjadi guru itu asyik. Kita bertemu dengan banyak murid. Mereka mendengarkan kita. Mereka memperhatikan kita.Kata-kata kita mereka ukir di kertas yang dikerat menjadi buku. Kita sibuk menjelaskan. Mereka pun sibuk memahat penjelasan kita di atas kertas atau terkadang dalam hati mereka. Mulut kita mungkin capek. Tapi mereka jauh lebih capek. Mata, tangan, otak dan hati mereka harus dalam keadaan sinergis. Kaki kita mungkin pegal. Tapi seluruh badan mereka pun jauh lebih pegal. Mereka duduk di bangku keras selama kurang lebih 8 jam pelajaran.

Saat menjadi guru, yang terpikir dalam benakku adalah bagaimana aku menjadi guru yang baik. Menjelaskan sekaligus memperhatikan. Mengajar juga mendidik. Menggurui namun juga mengayomi. Memarahi tapi menyentuh hati. Memberi tugas juga menghargai. Bercerita dan menyambut guyonan mereka. Suara meninggi namun membakar semangat. Memberi mereka kesempatan bertanya sekaligus berkeluh kesah. Mempunyai hati yang lapang dan sabar.Memberi teladan yang baik. Menjaga lisan agar tak ada yang tersakiti. Aku harus tersenyum lebih dahulu agar mereka pun tak ragu untuk tersenyum.

Kadang terbayang dalam pikiranku betapa sulitnya menjadi mereka. Harus menguasai banyak mata pelajaran. Dari yang otak kiri sampai yang otak kanan. Dari yang tangannya pegal karena menulis terus sampai yang otaknya pegal karena mikir serius terus. Belum lagi PR,tugas-tugas, praktikum dan les. Oh kasihan sekali kalian, nak. Maka aku ingin pelajaranku ini menjadi pelajaran yang ringan. Pelajaran tanpa depresi.

Saat jam pelajaranku dimulai itu berarti adalah saatnya boleh tertawa sepuasnya, boleh berpendapat apa saja.Boleh bertanya apa saja. Boleh menggoda teman dengan guyonan. Bahkan boleh bernyanyi. Tenang, waktu kita takkan habis. Kita tidak akan keteteran mengejar materi. Bagiku, jiwa anak-anak muridku yang bergembira adalah lebih penting dari dari materi-materi itu.

Ya, hati yang bergembira akan terasa lebih lapang. Hati yang lapang akan mudah menyerap ilmu. Apalagi mereka rata-rata murid yang cerdas. Mudah-mudah mereka mampu menguasai semua materi pelajaranku. Dan aku berharap ilmu itu menjadi lebih berkah karena direalisasikan dalam kehidupan nyata.

Menjadi guru itu beramal jariyah.Ilmu kita akan tumbuh seperti sebuah benih padi yang menumbuhkan tujuh tangkai.Lalu tujuh tangkai itu masing-masing menumbuhkan seratus benih padi. Padi itu dipanen. Dibuat bibit lagi. Ditanam lagi, panen lagi. Begitulah seterusnya.Ilmu yang bermanfaat akan terus mengalirkan kebaikan bagi penanamnya bahkan ketika ia sudah meninggalkan dunia ini.

Menjadi guru akan selalu dikenang. Guru adalah orang spesial yang menempati sebuah ruang dalam bilik hati kita. Aku masih ingat ketika kelas satu SD, guruku, Ibu Nur pernah menyisir rambutku. Ibu Ida pernah memintaku menyanyikan sebuah lagu anak-anak.Ibu Maryati pernah menjadi wali kelasku selama dua tahun. Pak Budi pernah menunjukku sebagai salah satu tim untuk cerdas cermat saat kelas 6 SD.

Lalu ada Pak Musolini, itu ayah teman karibku sekaligus guru Matematika ketika SMP. Pak Agus guru yang selalu mengajak tertawa. Pak Amin, guru sejarah yang sangat mengasyikkan. Dari beliau aku jatuh cinta pada sejarah. Pak Bilal, guru agama yang wajahnya bercahaya.Ibu Sri, guru fisika yang nyentrik.

Lalu guru-guru SMA-ku. Ibu Rini,guru Matematika yang menyenangkan, Pak Faishol (alm) wali kelasku saat di kelas IPA. Ibu Itsnaini, guru bahasa inggris yang giginya putih dan rapi sekali. Ibu Dewi, ini guru kimia yang asyik punya. Adajuga sih guru yang serem jarang tersenyum, seremnya bertambah karna ia guru fisika. Haha. Maafkanlah aku. Guru biologiku dulu adalah Ibu Asmanusa dan Ibu Asmaningsih. Ibu Chairani guru bahasa Indonesia yang masih setia dengan cara pengucapan ejaan lama. Namaku yang Januarita pasti berubah jadi Yanuarita. J

Sampai sekarang mereka itu menempati ruang spesial dihatiku. Dalam diriku ini ada hasil dari ilmu mereka. Ada buah dari pengajaran mereka. Terima kasih sebesar gunungpun mungkin takkan mampu menebusnya.

Saat telah menjadi guru, aku berusaha untuk menjadi seperti yang aku idamkan ketika menjadi siswa. Dulu aku berharap belajar dengan hati yang gembira, tidak tegang, tidak ada under pressure, tidak ada caci maki,tidak ada muka masam dari guru. Aku berharap serius dalam belajar namun boleh tertawa dan agak sedikit ribut. Dan yang paling penting, tidak terlalu banyak PR. Haha. Kalau tidak mau susah, ya nggak usah sekolah. Terkadang begitu alibi dari guru-guru lainnya. Hmm, boleh sih susah payah sekalipun asal jangansampai menyusahkan dan memayahkan. Sehingga pada akhirnya murid-murid menganggap bahwa sekolah adalah neraka.

Lalu, apa yang paling menakutkan saat menjadi guru? Yang paling seram adalah saat ilmu kita ini dibelokkan untuk berbuat kejahatan. Kemudian, saat kita salah dalam melukis pemikiran mereka. Mereka tersesat dan akhirnya menyesatkan orang lain. Lalu, jikalau pada akhirnya ada murid berdoa yang buruk-buruk untuk gurunya. Terakhir adalah saat kelakuan buruk kita dicontoh dan diikuti dengan sepenuh hati oleh mereka.

Ya, jadi guru memang asyik. Kita bisa bervisi terhadap peradaban. Namun jadi guru juga seram jika tak mendapat berkah dari ilmu yang bermanfaat. Bahkan jika kita salah dalam mengajar maka sama saja seperti kita meruntuhkan satu generasi masa depan. Wallahu a’lam.

Palembang, 5 September 2013/ Syawal 1434H

Selasa, 09 September 2014

KITA DAN SEMESTA YANG BARU

Oleh: Rika Januarita Haryati

Waktu berganti, bumi berputar,alam raya memperbaharui diri. Pagi hari ini, bukanlah pagi yang kemarin. Ia pagi yang baru. Embun yang hadir kali inipun adalah embun yang baru. Dingin suhu pagi ini, juga baru. Jikalau mentari muncul di timur jauh, itu juga kemunculan yang baru. Setelah hari kemarin, yang terlihat pagi ini adalah hal yang baru.

Hari ini, daun-daun bertambah hijau. Buah menjadi semakin matang. Pohon-pohon bertambah keras. Batang dan cabang bertambah panjang. Tajuk terminal ramai menguncup. Putik-putik semakin semarak. Lihatlah, ini hari yang baru bukan?

Tapi bus yang lalu lalang kemarin, masih terlihat sama pada hari ini. Haltenya masih juga seperti itu kemarin. Mobil-mobil merangsek dengan kilau atau lecet yang sama, bahkan yang duduk di belakang kemudi masih sama dengan orang yang kemarin. Atau lihatlah lampu lalu lintas itu, bukankah tak berubah secuil pun? Lalu jalanan aspal ini juga masih sama. Lubang dan retak yang sama. Apanya yang baru?

Nah cobalah kau ingat, bukankah bus, halte, mobil, dan aspal itu telah diselimuti oleh malam? Siapa yang tahu apa yang terjadi dalam selimut itu? Aku sama sekali tak tahu. Tapi aku yakin,satu titik karat telah mendera besi-besi itu. Dan satu titik retak telah menganiaya aspal itu. Seberapa besar? Kecil sekali. Sehingga mata kita tak akan melihatnya sebagai suatu keganjilan.

Bagaimana dengan kita, apakah hari ini kita adalah manusia yang baru? Ya, kita adalah manusia baru yang dianugrahi hati yang baru. Tinggal nantinya apakah kita akan mengisi diri kita dengan hal-hal yang sama seperti kemarin atau justru yang lebih buruk. Yang terbaik tentu saja menjadikan diri kita benar-benar baru. Hati yang baru di hari yang baru. Pemikiran yang segar.Langkah yang tegar. Serta senyum yang mekar.

Tunggu, bagaimana mungkin kita dan semesta ini menjadi baru setiap hari yang baru? Umur kita bertambah begitu juga semesta ini. Kita menua. Semesta juga semakin kehilangan sinarnya. Lalu,dimana barunya?

Baiklah. Setiap hari, kita menjadi manusia yang baru. Saking barunya, mungkin rambut kita yang hitam sampai berubah putih. Kulit kita yang kencang menjadi keriput. Mata kita yang tajam menjadi kabur. Dan sesungguhnya itu adalah kebaruan yang akan dialami oleh sebagian dari kita.

Kebaruan tidaklah selalu bagi yang terlihat berkilau menyilaukan. Tidak pula seperti kita baru membuka sebuah bungkus dan kotak barang. Dikisahkan bahwa di zaman yang terbaru nantinya gunung-gunung akan beterbangan seperti bulu. Langit yang gagah akan terbelah.Bintang-bintang akan jatuh berserakan. Matahari digulung. Laut dipanaskan dan meluap. Kuburan-kuburan dibongkar. Pada akhirnya, itulah yang akan menjadi zaman terbaru bagi semesta.

Maka semakin menua kita, semakin baru diri kita. Semoga kita semakin bersiap menyongsong hari yang berganti menjadi lebih baru. Dan semoga kita tidak bertemu dengan hari yang paling baru yang menakutkan tersebut.

Palembang, 3 September 2013 pk. 20.30

Senin, 08 September 2014

NEKAD

Oleh : Rika Januarita Haryati

Semua orang pasti pernah melakukan suatu kenekadan.Pemicunya pastilah sesuatu yang krusial. Disekitar kita saja banyak orang-orang nekad. Ada baik dan ada yang buruk hasilnya. Tapi yang pasti, nekad itu cuma akan dilakukan oleh orang-orang berani. Entah pada akhirnya ia akan menerima konsekuensi kenekadannya dengan lapang dada atau dengan sempit dada. Menyesal atau justru bersuka cita. Ataupun malah akan menyesal jika seandainya tidak nekad.

Aku pernah nekad. Dengan melafadzkan basmalah, aku menerobos hujan hampir selama 150 menit. Hujan deras berganti gerimis, deras lagi. Apapun itu kenekadan ini mutlak dijalankan. Penyebabnya hanya gara-gara aku rindu rumah. Ingin segera mudik. Waktu itu sudah sore, tak ada lagi mobil.Tak perlu lama-lama berpikir, aku keluarkan motor dan segera meluncur kejalanan menuju kampung halaman. Yang kuingat waktu itu adalah: hujan ini tentara Allah, kita juga tentara Allah, maka nikmatilah harmoni pertemuan antara tentara Allah.

Nekad selanjutnya saat temanku berkata, don’t come in,our lecture is still angrying. His mood isn’t good right now. Maybe tomorrow will be okay to meet him. Aku menghela napas sebentar. Berpikir bahwa besok aku tidak bisa datang, karena sudah mempunyai janji dengan dosen-dosen yang lainnya ditempat yang jauh. Keadaan mendesak. Lagi-lagi dengan melafadzkan basmalah dan surat Tabarok(Al Mulk) aku masuk ke ruangan dosen tersebut. Minta tanda tangan. Well, apa yang terjadi? He was welcome to me. Dia menandatangani berkas-berkasku sambil bercerita mengenai organisasi di zamannya dan di zaman sekarang.

Nekad selanjutnya (zaman SMA) ketika discussion in group pelajaran bahasa inggris. Temanya tentang pemimpin yang layak diajukan untuk Indonesia.Ternyata kelompok yang maju tidak berurutan tapi diacak suka suka. Kelompok sebelumnya sudah mengajukan Yusril Ihza Mahendra for President. Selanjutnya kelompok kami. Masalahnya kami belum ada kesepakatan. Yang lain bilang terserah. Gue sih oke oke aja. So, siapa yang mau kita ajukan? Baiklah jikalau begitu kita harus nekad. Hanya bermodal sebuah buku tipis karangan Hidayat NurWahid kami maju mewacanakan tentang sosok beliau. Entahlah pada waktu itu aku merasa PD saja meskipun harus translate langsung dari bahasa Indonesia ke inggris.Salah benar grammar-nya itu nomor sekian. Dan tak disangka, ternyata diskusinya lumayan hidup. Ada temanku yang sudah cas cis cus sedemikian rupa, maklum jebolan LIA,pertanyaannya panjang sekali. Aku sampai melongo. Wow kerennya, batinku. Dari sekian meter panjangnya, cuma kuambil intisarinya saja. Dan kami jawab dengan singkat, lalu diujungnya kami tambahkan kata ‘are you satisfied?’ Dia mengangguk, yeah, I am satisfied, thank you. Wow, kata-katanya benar-benar melegakan.

Lalu, ketika harus meminta ujian susulan kepada dosen yang sudah jelas-jelas mengatakan tidak akan mengadakan ujian susulan. Beliau perempuan yang disegani sekaligus ditakuti oleh teman-teman seangkatan.Menghadap beliau dengan sebuah kesalahan adalah hal yang sangat mendebarkan. Tapi aku berpikir, coba dulu saja. Kalau beliau marah, dengarkan. Kalau beliau tidak memberi jadwal ujian susulan, terus saja tanyakan. Sampai beliau bosan, haha.Ternyata benar, beliau cuek-cuek saja setelah kuutarakan niatku. Beliau asyik dengan kesibukannya. Gawat. Baiklah aku mundur, angkat tangan alias nyerah. Aku undur diri dari hadapan beliau. Beliau menghentikan langkahku dengan mengatakan bahwa aku boleh ikut ujian dengan anak-anak yang kuliah di ekstensi. Masalah nilai beliau akan mengurusnya. Dan hari itu rasanya senyum simpulnya terasa manis sekali. It’s a miracle.

Kau tahu, banyak hal tak terduga yang dikandung oleh kenekadan. Ada baik, ada buruk. Hal-hal diatas adalah contoh yang sederhana. Banyak contoh lain yang amat luar biasa. Cerita orang-orang di sekitar kita.

Ini cerita pamanku. Aku memanggilnya Uju, karena ia paman yang bungsu. Ia anak Mapala, jebolan fakultas Hukum. Ia nekad melamar akhwat ( sebutan untuk perempuan yang punya kelompok pengajian atau yang mencoba ber-Islam dengan kaffah). Tentu saja lingkungan mereka berbeda 180derajat. Umumnya –tidak semua loh- anak-anak Mapala itu perokok, style yang kurang rapi, semau gue, hobinya keluyuran mendaki gunung. Sedangkan umumnya akhwat tadi tidak suka dengan perokok, suka yang rapi, perhatian, lemah lembut,kalau keluyuran biasanya untuk da’wah. Bahkan cara ngomongnya beda. Yang satu pakai gue-elo, yang satunya ane-ente. Lalu apa yang terjadi? Setelah berdiskusi dengan ustadzahnya, akhwat itu mengajukan beberapa syarat. Apapun syaratnya,saya terima, kata Ujuku. Well, akhirnya Barakallah. Sekarang Uju dan ammahku sudah dikaruniai 3 orang anak.

Selanjutnya, ketika sedang marak-maraknya kasus yang menimpa LHI, seorang admin di social media nekad meng-counter isu dengan membuat sebuah rekayasa berita. Hasilnya tentu saja buruk. Karena sudah mencemarkan nama baik seseorang. Bahkan menambah keruh suasana. Entah bagaimana solusi selanjutnya. Berani dan benar kurasa itu rumus paketnya jika ingin nekad. Jika salah namun nekad, jadinya membabi buta. Jika benar tapi tidak nekad ya jalan di tempat hasilnya.

Sebenarnya, di sebuah negeri antah berantah,presidennya yang keren sekali. Presiden yang dapat berbagai penghargaan dari mancanegara. Tapi sayangnya, kupikir beliau kurang nekad dalam mengelola bangsanya. Terlalu mendengarkan dikte negara lain. Dia sebenarnya baik, hanya kurang berani untuk nekad memimpin bangsanya dengan segenap jiwa raganya.Masalahnya, beliau hanya tidak nekad membatasi tangan-tangan asing yang merecoki pemerintahannya. Beliau sibuk dengan tekanan untuk menaikkan pamor partainya. Serta sibuk mengurus album lagu untuk nostalgia. Di negeri itu,beliau satu-satunya yang bergelar doktor. Sementara presiden pendahulunya ada yang hanya tamatan SMA.

Kenekadan selanjutnya adalah milik anak-anak Palestina.Bom setiap saat bertandang suka-suka di negara mereka. Tapi mereka tetap saja nekad mencari tempat agar bisa bermain bola. Setiap saat mereka mengatur strategi agar terhindar dari bom. Di negara mereka, bola disebut-sebut sebagai ‘perang pemikiran’ agar anak-anak lalai dengan hafalan Al Quran-nya. Tapi mereka tetap nekad bermain bola. Solusinya mudah, mereka menyetor hafalan baru kemudian bermain bola.

Lalu, orang yang korupsi itu juga nekad. Sudah tahu bukan hak-nya, nekad dijadikan hak-nya. Tentu saja kita sepakat bahwa hal itu adalah nekad yang salah kaprah. Hasilnya akan buruk untuk dirinya dan masyarakat luas.

Bagiku pribadi nekad itu perlu untuk hal-hal yang memang perlu diperjuangkan. Ngapain nekad kalau untuk urusan yang penting saja tidak! Jika kita telah mencobanya dan ternyata gagal, hati tetap bisa bergembira. Yah, jangan sampai kita akhirnya menyesal gara-gara tidak berani nekad.

Palembang, 1 September 2013

Minggu, 07 September 2014

WHEN YOU’RE ALONE

Oleh: Rika Januarita Haryati

Ketika kau sendiri, apa yang akan kau lakukan? Mungkin tidur, membaca, atau bersegara menuju keramaian? Well, kemanapun itu.

Ketika kau sendiri, sedang pikiranmu sedang kacau, apa yang akan kau lakukan? Tidur, makan, melamun, atau mencari sahabat untuk membagi kekacauanmu? Oh, maksudku membagi ceritamu tentang keresahanmu. Atau Meminta nasehat? Atau membaca membaca Al Quran?

Ketika kau sendiri, sedang keadaanmu sedang sangat berbahagia, apa yang akan kau lakukan? Segera menghubungi teman dan mentraktirnya makan. Datang ke rumah teman lalu menceritakan betapa bahagianya dirimu. Sholat, makan, atau malah tidur? Membaca atau menulis?

Ketika kau sendiri, lalu teman meneleponmu, apa yang akan kau lakukan? Membiarkannya. Menyambutnya. Menyambutnya untuk memarahinya karena telah mengganggu semedimu?

Ketika kau sendiri, sedang dirimu tak ada agenda keluar rumah, apa yang akan kau lakukan? Sibuk beres-beres rumah, cuci pakaian, cuci motor, motong rumput. Menata lemari, baju dan buku? Membaca dan menulis? Atau bernyanyi?

Ketika kau sedang sendiri,sedang kau sedang malas untuk melakukan apapun, apa yang akan kau lakukan.Duduk melamun? Tidur? Mengutuk diri sendiri? Membaca kisah tokoh-tokoh dunia? Menonton? Atau menyanyikan lagu sendu?

Ketika kau sedang sendiri,sementara kerjaanmu menumpuk, apa yang akan kau lakukan? Tidur. Menonton film lucu. Sibuk menuntaskan kerjaan yang menggunung. Atau malah pergi keluar rumah?

Ketika kau sedang sendiri,sedang kau sedang patah hati, apa yang akan kau lakukan? Menerawang. Tidur.Membaca kitab. Menulis. Atau menangis?

Ketika kau sedang sendiri, sedang kau rindu sekali pada kampung halaman, apa yang akan kau lakukan? Berimajinasi.Melihat foto keluarga. Segera meluncur ke kampung halaman. Berdoa. Atau menulis kisah kerinduan?

Ketika kau sedang sendiri,sedang kau tak mau sendiri, apa yang akan kau lakukan? Berharap agar ada teman yang menelepon. Langsung pergi ke luar rumah, ke toko buku atau ke rumah teman?

Ketika kau sendiri, lakukan apa saja yang tidak merugikan dirimu, orang lain dan alam sekitarmu. Jika pilihan jawabanmu yang terbanyak adalah tidur, mungkin pilihan yang bijak. Karena toh tidak ada yang dirugikan. Tapi jika porsinya terlalu mendominasi, maka kau sendiri yang akan rugi. Kerugian yang tidak kentara. Efeknya bukan sekarang.Tapi nanti, bagi masa depanmu.

Palembang, 8September 2013

Sabtu, 06 September 2014

BETWEEN MOTHER WORLD AND MISS WORLD

Oleh: Rika Januarita Haryati

Ibu, ia tak pernah membayangkan ingin segala tindak tanduknya dicatat dalam sebuah memoar perjalanan bangsa. Ia juga tak pernah menunjuk-nunjukkan betapa wawasan dari pengalaman hidup mereka itu pasti lebih dari jargon Brain. Ia tak juga sibuk kasak-kusuk mengembuskan cerita tentang citra yang high class yang terangkum dengan kata Behavior. Satu lagi, mana pedulilah ia dengan godaan kata Beauty sementara anak-anak di rumah harus dipersiapkan segala sesuatunya untuk pergi ke sekolah.

Brain,Beauty and Behavior itu cuma untuk gadis-gadis cantik yang tinggi semampai. Ditambah dengan kualifikasi dari sekolah yang tinggi. Mereka juga diharapkan telah lulus dari sekolah kepribadian. Yaitu sekolah yang mengajarkan cara menggunakan sendok, garpu, pisau di meja makan. Yang jika kebetulan ada menu dagingnya, maka harus makan dengan tangan kiri. Jika ada supnya maka harus dengan tangan kanan. Dan ketika selesai makan, harus pura-pura mengelap bibir dengan pelan.

Ada juga cara duduk. Bagaimana melipat kaki. Bagaimana bergeming tenang selama harus duduk. Bagaimana tersenyum dengan benar. Lalu tertawa yang menawan. Bercanda yang elegan. Semua dibahas. Like a princess in the palace.

Sedang Ibu-ibu, mana sempa tuntuk petatah petitith sedemikian rupa. Baru saja ganti baju daster, tiba-tiba harus ganti lagi karena terkena pipis bayinya. Baru mau menyisir rambut,anak-anaknya sudah berebut minta disisirkan rambutnya juga. Baru mau makan,anak-anaknya merubung minta disuapin lagi. Bahkan baru mau mandi sehabis memasak di dapur, bayinya menangis keras minta digendong.

Dulu, pernah ada iklan di TV,terdapat sesosok ibu sedang masak. Lalu ia tergopoh-gopoh menghambur ke kamar karena bayinya menangis. Lalu tertatih-tatih sambil menggendong bayinya menuju ruang depan karena telepon berdering. Lalu, bersiap-siap lari ke dapur karena masakannya gosong. Iklan itu menggambarkan sepertinya menjadi ibu itu benar-benar bisa membuat stres. Maklum itu iklan KB. Pada kenyataannya, semakin hari bertambah, ternyata para ibu semakin gesit menjalankan semua perannya. Semakin cerdik ia mengelola konflik rumah tangga. Semakin tajam analisisnya dalam mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

Sementara di satu sisi,pemerintah kita cukup abai terhadap peranan ibu bagi peradaban. Antar negara sibuk mengadakan ajang dan kontes putri-putrian. Siapa yang tercantik di dunia sampai ke luar angkasa maka ada Miss Universe. Entah dimana bedanya dengan Miss World. Mungkin Miss World itu khusus untuk yang non luar angkasa. Jadi kontesnya dijamin safety from Alien J. Ada Miss Asian, Putri Indonesia, Putri kampus, None Jakarta, Gadis Palembang, Putri Duyung (kalau yang ini asli cuma dalam imaginasi penulisnya saja). Intinya segala yang berhubungan dengan dunia nge- Miss. The great world for beautiful women.

Memangnya ibu-ibu tidak bisa secantik putri-putrian itu. Absolutely,they can. Tapi masalahnya para ibu-ibu ini tahu mana yang substansial dan mana yang artifisial belaka. Mereka lebih suka belepotan tanah karena mengajari anak-anak berkebun. Atau coreng moreng karena melukis bersama anak-anaknya.Atau mukanya semakin putih oleh tepung karena mencoba resep baru.

Terkadang, ibu-ibu itu terlihat lusuh karena jarang berdandan. Benar-benar cuma suaminya saja yang tahu kalau ia cantik. Juga terlihat sangat sederhana pemikirannya. Serta bersahaja sekali cita-citanya. Ia ingin anak-anaknya menjadi orang sukses. Titik. Nah, mana bisa orang seperti ini tiba-tiba jadi pemenang Miss World. Dari mana sambungannya.

Yah, begitulah persangkaan kita. Yang tak tersorot berarti tak perlu dikagumi dan diapresiasi. Sedang untuk yang “semua mata tertuju padamu” kita mengelu-elukannya sedemikian rupa.Padahal hasil dari semua kontes itu apa ada yang berani ke Palestina,menyatakan dukungan kemanusiaannya atas nama bangsanya yang cinta damai? Apa ada yang turun tangan atas nama bangsanya membantu korban-korban bencana. Apa ada yang hadir dalam demo protes pelanggaran HAM atas Palestina, Somalia, Mesir, juga Rohingya? Lihat saja, kehadiran mereka itu paling banyak di iklan-iklan kecantikan. Mereka tak akan absen di acara-acara great party or standing party. Apalagi acara yang berhubungan dengan media. Mulai dari jadi penyanyi, presenter atau bintang tamunya. Pokoknya mereka sibuk karena multi talenta.

Lalu apa sumbangsih para putri atau miss tersebut untuk membaikkan dan mengharumkan nama bangsanya? Saya tahunya, kalau jadi Miss Universe berarti sudah siap kontrak jadi bintang iklan C-one hundred (kalau tidak salah). Itu jelas bukan pariwisata. Setelah itu biasanya mereka jadi traveler, jadi duta bagi negara. Pokoknya hidupnya asyik punya. Apalagi kalau sudah habis masa jadi putri, bisa langsung jadi politisi. Kan syaratnyacuma dua: terkenal dan banyak uang. Urusan lain-lain diurus di belakang layar.

Tapi mudah-mudahan tidak semua putri itu begitu. Terkadang kasihan juga melihat mereka. Seperti boneka, dibawa kemana-mana. Apalagi tindak tanduknya harus sesuai dengan instruksi dari instansi yang membawahinya. Bahkan ia akan bicara apa di hadapan khalayak, itu semua harus didiskusikan dengan pamongnya.

Bagaimana dengan para ibu? Memangsih kehidupan ibu-ibu sepertinya jauh sekali dari image beauty, popular, parties and glamour. Jarang ketemu orang-orang hebat. Berbeda sekali dengan para putri yang bisa ketemu kepala-kepala negara, kaum jet set, para triliyuner, dan orang-orang hebat dunia. Bisa liburan ke luar negeri untuk misi pariwisata. Para ibu hanya berputar-putar memeras otak agar kehidupan tetap berjalan. Meski harga sembako mendaki bukit atau SPP sekolah anak-anak yang moreket ke angkasa.

Ada juga sih ibu-ibu yang hidupnya hanya berputar-putar di salon, komunitas jet set, shopping, gossip, pokoknya gaya hidup kalangan atas yang tidak punya visi hidup yang jelas. Meski ada juga ibu-ibu yang kaya raya luar biasa, tapi pengabdian kepada keluarga dan masyarakat juga luar biasa.

Jika mau dibandingankan dengan para putri, para ibu ini lebih bisa diandalkan untuk menjadi salah satu tiang negara. Para ibu bekerja lebih tulus dalam visi peradaban sebuah bangsa. Tak masalah meski mereka tidak disematkan mahkota berlian diatas kepalanya. Mereka adalah pejuang tanpa euphoria.

Yakinlah, tidak ada kontes putri-putrian yang benar-benar menomorsatukan otak. Mau otaknya seperti Einstein sekalipun kalau tidak cantik, maka silahkan get out. Mau akhlaknya luar biasa tingginya sekalipun, kalau tidak cantik, silahkan tutup pintunya dari luar. Yang dinilai itu cuma cantik. Your face and your body. Makanya ada kontes yang mengharuskan peserta itu melenggak-lenggok dengan hanya berbikini.

Well,terkadang kita tidak sadar sedang terjerat korporasi gurita dunia. Yang paling banyak meraup keuntungkan dari kontes putri-putrian itu adalah cosmetic corporation. Kemungkinan pabrik kosmetik inilah yang tidak ada pernah bangkrut. Sedangkan pariwisatanya sendiri, tidak mengalami kenaikan kunjungan secara signifikan. Bahkan kalau kita mau mengecek satu persatu grafik kunjungan pariwisata negara-negara yang putrinya memenangkan kontes, kita akan terkejut, karena bahkan ada negara yang kunjung turisnya merosot tajam.

Wajar sih. Why? Lah memangnya si miss dan putri itu disuruh membuat grand design untuk memajukan pariwisata negaranya? Never.

So,brain, beauty and behavior artinya adalah cantik, cantik dan cantik.

Palembang, 7 September 2013 pk.05.00

Jumat, 05 September 2014

MENUNGGU

Oleh: Rika Januarita Haryati

Bagi sebagian orang, menunggu adalah kegiatan yang paling menjemukan sedunia. Menunggu teman karena memang janjian untuk pergi bersama. Tapi setelah jamnya lewat ia belum datang. Tak ada kabar berita bahkan nomornya tidak bisa dihubungi. Pasti kita berpikir bahwa ia mangkir. Atau kalau lagi bijaksana, kita akan berpikir bahwa ia sedang mendapat halangan untuk segera memenuhi janjinya.

Apa yang bisa kita lakukan untuk menunggu ketidakpastian? Banyak. Sesekali cermatilah orang-orang yang berlalu lalang di sekitar kita. Maka akan kau temui rupa-rupa manusia. Ada yangterburu-buru. Ada yang santai sambil makan es krim. Ada yang nge-genk. Ada yang lesu. Ingatlah, bisa jadi kau pun pernah diperhatikan oleh orang lain juga. Saat menunggu seperti ini, aku lebih suka membaca atau mengamati orang-orang sekitar. Kadang juga sambil memikirkan suatu ide.

Menunggu juga merupakan suatu aktivitas yang menegangkan. Menunggu hasil ujian. Menunggu anak yang sudah mau dilahirkan.Menunggu hasil perhitungan suara. Menunggu seseorang pulang dari perang. Menunggu dengan kondisi seperti itu tentu sangat mendebarkan. Karena kita belum tahu bagaimana hasilnya. Kemungkinannya pun hanya dua. Sesuai harapan dan tidak sesuai dengan harapan. Hasil ujian bisa lulus atau gagal. Menunggu kelahiran anak, bisa selamat atau meninggal. Dan seterusnya. Yang spesial itu menunggu pahlawan pulang dari perang. Berdebar-debar hatinya sambil berharap. Jika ia datang,berarti ia kembali kepada orang yang menunggunya. Jika ia tidak pulang berarti ia syahid, kembali untuk menemui Robb-nya.

Ada pula jenis menunggu yang kita tidak perlu menunggu. Di depan rumahku ada pohon sawo. Kalau ia mulai berputik rasanya bahagia sekali. Apalagi ketika melihat saat buahnya lebat bergantungan. Kami tunggu dengan sabar kematangannya. Tentu saja kami yakin ia akan matang dengan sendirinya karena ia menyimpan hormon etilen. Maka kami tidak perlu dag-dig-dug menunggu ia matang. Kami biarkan. Bahkan sampai ia bosan berada di dahan lalu berjatuhan ke tanah.

Ada juga menunggu itu yang lucu. Menunggu seseorang yang tidak tahu itu siapa. Ditunggu berbulan-bulan. Ia tidak datang. Ketika tidak ditunggu, eh ia tiba-tiba datang. Dinanti-nanti ia tidak peduli. Giliran kita masa bodoh, hei ia ada di hadapan kita. Ini jenis menunggu paling aneh.

Menunggu bisa menjadi saat yang menyebalkan. Kita sudah duduk menunggu lama ternyata yang berjanji lupa kalauia ada janji. Dan itu terjadi berulang-ulang. Maka kita harus hati-hati kalau mau janjian dengan orang yang pelupa. J

Lalu, adakah orang-orang yang menunggu mati? Ada. Mereka sibuk mempersiapkan bekal untuk perjalanan setelah mati. Sehingga kapan pun kematian datang menjemput, ia telah siap dan ikhlas.Menunggu kematian terkadang justru membuat kehidupan seseorang semakin terarah.

Ya mau bagaimana lagi, setiap saat kita harus menjalani aktivitas menunggu. Meskipun hanya satu menit. Wajar jika dibanyak tempat disediakan ruang tunggu.

Aku ingin bercerita tentang mahasiswa tingkat akhir. Apa yang paling sering ia tunggu? Dosen. Mereka bisa menunggu berjam-jam bahkan berhari-hari. Mungkin kalau mau melihat mahasiswa paling sabar, lihat saja mereka. Mereka mungkin mengeluh tapi ketika dosennya datang, wajahnya langsung berbinar terang. Lupa kalau ia sudah hampir mati suri gara-gara jengkel menunggu. J

Well, menunggu itu berkorelasi dengan kesabaran. Menunggu juga bisa menjadi ciri masyarakat terdidik. Menunggu dalam antrian misalnya, kalau tidak darurat tidak akan menyerobot. Antrian apa saja. Orang yang paling banyak menunggu bisa jadi ia memang sabar dan terdidik. Tapi ada juga orang yang sabar saja menunggu karena ia tidak bisa berani mengambil keputusan. Maka ia berharap orang lain yang memutuskan. Jika ada resiko, maka ia bisa tetap aman.

Tipe menunggu yang terakhir adalah menunggu besok. Setelah besok itu tiba, ia menunggu besoknya lagi,besoknya besok, besok dari besoknya besok dan seterusnya. Ini jenis menunggu yang terlarang. Ketika kau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore. Ketika kau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi.

Menunggulah untuk hal-hal yang memang pantas untuk ditunggu. Sementara itu, beraktivitaslah. Habiskan energi masa mudamu untuk kebaikan orang-orang di sekitarmu.

Palembang, 9 September pk 20.54

Kamis, 04 September 2014

BUNGA

Oleh: Rika Januarita Haryati

Bunga itu cantik. Warnanya cerah memikat. Ronanya memesona. Di tangkai ia berayun lembut. Menebarkan setiap jengkal wanginya pada angin yang menyapa. Kupu-kupu senang riang mengagumi si bunga. Begitupun kumbang. Bahkan terkadang semut pun tergoda.

Tapi tahukah kau bahwa bunga itu sebelumnya hanyalah daun-daun kecil? Seiring perjalanan waktu ia membesar menopang nutrisi untuk menciptakan bunga. Ia bekerja siang malam untuk menjaga agar akhirnya ia berbunga. Begitu rumitnya proses berfotosintesis dengan menggunakan reaksi terang. Saat malam lebih rumit lagi, karena ia harus tetap ‘berfotosintesis’ tanpa cahaya. Ia memasuki reaksi gelap. Untuk apa semua itu? Agar tetap bertahan hidup, demi si bunga yang cantik.

Lalu tahukah kau bagaimana para batang bekerja? Ia rela menjulang menerjang badai. Ia ikhlas tertampar angin.Tak mengapa ia tidak cantik, coklat saja tubuhnya atau bahkan legam.Retak-retak kulitnya karena usia pertumbuhan pun tak mengapa. Pada akhirnya, di ujung batangnya kan menyembul si bunga cantik idaman. Ia rela bersabar. Entah meski harus berapa lama. Tak peduli meski harus melewati beberapa musim. Jika si bunga cantik telah mekar, terbayarlah sudah segala macam kepayahan yang menyelimutinya dengan pekat. Oh bunga, engkau adalah penawar penderitaan.

Lalu, siapakah yang bekerja dengan sangat dahsyat. Teliti, detail, tapi tidak terlihat sama sekali? Dialah akar. Ia pun bekerja menjalar kemana-mana demi kekokohan si batang. Ia melata kemana-mana,demi mendapat air, unsur hara, garam mineral untuk kelangsungan hidup semua.Bahkan ia rela terlihat paling jelek, demi mencari unsur terpenting agar hormon pembungaan bekerja. Bahkan ia rela berada di tempat paling menjijikan. Di tanah, bahkan menusuk ke dalamnya.Bertemu para cacing. Berjumpa bakteri. Bersapa para mikrobia. Oh, jikalau bukan demi si bunga tersayang, manalah ia sanggup melakukan itu semua. Lalu, atas semuanya, tak ada satupun orang yang melihatnya. Tak ada yang memberi reward atas kerja kerasnya. Tersembunyi semua. Meski semua tahu, tanpa akar, jangankan bunga, pohon pun tak akan berani menjulang.

Bunga cantik hadir. Bergembiralah semua. Bahkan sepenuh taman bersuka ria. Kupu-kupu dan kumbang-kumbang turut meramaikan. Semua bercerita tentang si bunga. Cantik dan semerbak. Merona dan aduhai sungguh memesona. Semua tak ragu untuk datang dan mempersuntingnya. Si bunga disunting menjadi hiasan kepala para putri raja.

Maka, banyak orang tua yang menamai putri kesayangan mereka dengan nama si bunga cantik. Bunga, zahrah,zahwa. Semua berarti bunga. Mawar, melati, yasmin, wardah. Itu pun semuanya adalah bunga. Bahkan banyak orang yang melambangkan keindahan, cinta, dan kasih sayang dengan bunga.

Sungguh, aku sangat berharap mempunyai sebuah taman, meski harus kecil saja tapi dipenuhi dengan bunga.

Maka, kau, para muslimah, lebih cantik dari semua bunga yang pernah tumbuh di muka bumi. Perjuanganmu tak kalah heroiknya. Aku tahu, betapa susahnya menjaga kehormatan di zaman yang tak terlalu memperdulikan kehormatan. Tapi kalian berusaha sekuat mungkin. Sungguh, bahkan akupun menghormatimu yang selalu berusaha menjaga diri, berislam secara kaffah dan berusaha menjadi teladan bagi muslimah yang lainnya.

Palembang, 16 September 2013 pk.07.00 WIB

Rabu, 03 September 2014

MENGAPA HARUS CINTA?

Oleh: Rika Januarita Haryati



Jikalau kau cinta, seburukapapun dia kau takkan pergi meninggalkan. Bahkan berusaha dengan segala dayaagar ia menjadi baik. Perubahan memang banyak yang tak menyukainya tapiperubahan menuju arah yang lebih baik, maka semestapun akan mendukung.



Jikalau tak cinta, ia takcinta. Ditambah akhlaknya yang membuatmu tak mungkin cinta. Sudah jangandipaksakan. Ibarat tangan hendak memeluk gunung. Sudah tiada kebaikan. Sulituntuk mengusahakan sesuatu tanpa cinta. Sudah kau tak suka akhlaknya ditambahkau tak cinta. Repot jadinya. Karena harus mengusahakan cinta dan mengusahakankebaikan akhlaknya. Hidupmu akan berputar-putar di sana. Apalagi jikalau ternyata tak adaperubahan. Kau bisa putus asa.



Kau tak cinta, tapi ia cinta.Sedang akhlaknya tidak terlalu kau suka. Tidak terlalu buruk memang. Hanya sajakau agak keberatan. Hmm. Tanyakanlah padanya, apakah ia bisa menjalani kehidupan bersama dalam kebaikan.Apakah ia rela meninggalkan hal-hal yang tidak baik yang selama ini menjadikebiasaannya. Sungguh, siapa sih yang bisa menjamin janji manusia? Makatanyakan pada hatimu. Jikalau kau yakin, terimalah dan ikhlaslah. Jikalau kauragu, maka tegaslah dan katakan tidak. Kita hidup bukan untuk satu atau duahari. Tapi selama hidup, mungkin.



Kau tak cinta, tapi akhlaknyaluar biasa mempesona. Jangan tinggalkan. Terimalah. Kebaikan akhlak itu sungguhmerupakan terapi cinta yang sangat dahsyat. Seiring perjalanan waktu, padaakhirnya kau akan cinta. Bahkan akhlakmu pun akan sepertinya. Maka, sangatlahbijaksana nasehat yang mengatakan untuk menerima seseorang yang akhlaknya kauridhoi. Banyak hal menghipnotis dari prilaku yang mulia. Kau akan belajarbanyak. Kau akan benar-benar hidup. Tenanglah cinta itu bias kau bangun. Salahbesar jika cinta hanya pantas untuk membuatmu jatuh. Jatuh kepada cinta. Takmengapa jikalau harus memulai dari satu bata pertama. Yakinlah, fondasinya akankokoh sekali.



Kau cinta, seperti halnya dia.Rayakanlah. Bagaimanapun berkomitmenlah untuk bersama-sama membangun dalam cinta. Belajar menjalani kebaikan-kebaikan. Belajarlah taat dengan kecintaan.Hidup dengan kesadaran dan tanggung jawab. Saling menasehati dalam kesabarandan kebaikan. Itu jika kau dan ia benar-benar saling cinta. Maka muaranya pastilah menuju kebaikan.

Kau cinta padanya yang berakhlak mulia. Barakallah. Itu kecintaan yang sempurna. Kalian telah ada fondasi masing-masing. Tinggal menyatukannya. Tinggal membangun lebih tinggi,lebih besar dan megah. Cinta seperti itu bisa menjulang. Menjangkau langit,mungkin. Kehidupan yang susah payah takkan membuat kalian kehilangan cinta,justru akan tumbuh semarak. Kehidupan menyenangkan takkan membuat kalian terlena, justru semakin waspada. Visinya selalulah surga. Yang kalian bayangkan tentulah kebun-kebun dengan buah-buahan yang kalian sukai. Lalu dibawahnya mengalir sungai-sungai yang berisi minuman yang kalian sukai.

Mengapa harus cinta? Di dalam cinta ada keikhlasan jikalau ada yang kurang. Di dalam cinta ada kebahagiaan dari kepribadian yang mulia. Ada komitmen yang membuat langkah kita mantap menjejak bersama. Ada kesetiaan sehingga tidak tergoda pada yang lebih indah di seberang sana. Ada kepercayaan yang akan menyingkirkan segala keraguan. Ada kejujuran yang tak akan dinodai oleh kebohongan. Ada kebijaksanaan untuk menerima perbedaan pendapat. Ada ketulusan untuk saling melengkapi.

Yang pasti, di dalam cinta ada visi besar. Membangun peradaban umat. Ada misi yang panjang. Mendidik generasi qur-ani. Menyebarkan pemikiran-pemikiran yang baik. Menjalankan perintah agama. Menjauhi segala larangannya. Membangun sarana pendidikan. Berkontribusi dalam agenda kebaikan. Ini memang muluk, tapi begitulah seharusnya setiap cinta mengekspresikan dirinya.

Palembang, 17 September 2013 pk. 05.10 WIB

Selasa, 02 September 2014

RAJA DAN ULAMA

Oleh: Rika Januarita Haryati

Di zaman dulu, orang yang terhormat adalah orang yang berilmu. Maka ia dipercaya untuk memutuskan perkara penduduk di negerinya. Orang berbondong-bondong datang ke rumahnya demi mendapatkan jawaban atas segala masalah yang menimpanya. Jika ia telah memberi petuah, orang-orang akan melaksanakan. Orang berilmu atau yang biasa mereka sebut dengan ulama adalah orang nomor satu. Kedudukannya di hati masyarakat melebihi raja-raja dan para bangsawan.

Pernah ada seorang raja ingin belajar ilmu kepada kepada seorang yang berilmu. Lalu sang raja menyuruh hulubalang untuk menyampaikan maksudnya kepada sang ulama. Hulubalang segera menjalankan perintah. Sesampainya ia ditempat ulama, ia menyatakan maksud kedatangannya.

“Ya syaikh, raja kita ingin belajar ilmu agama kepadamu, datanglah ke istana besok”, kata hulubalang berapi-api. Sang ulama tersenyum.

“Kembalilah ke istana dan katakan kepada raja bahwa jika ia benar-benar ingin belajar maka ia yang harus datang ke gubuk kami ini.”

Hulubalang heran. “Mengapa begitu ya syaikh?”

Ilmu itu tidak datang sendiri. Ia harus dicari. Maka ia harus didatangi. Begitulah rumusnya. Kau lihat, semua orang yang datang kesini itu, mereka juga berasal dari tempat yang jauh.

Setelah maksudnya tuntas dilaksanakan sang hulubalang pulang dan segera memberi kabar kepada rajanya.Sang raja berang. Namun pada akhirnya ia mengalah karena ia berpikir bahwa apa yang dikatakan ulama tersebut benar.

Keesokan harinya ia datang ke tempat ulama. Sang ulama menyambutnya dan mempersilahkannya duduk. Sang raja bingung karena tidak ada kursi. Sang ulama menunjukkan lantai. Sang raja mau tidak mau harus duduk tanpa kursi.

“Pelajaran pertama ya tholib”.Sang raja celingukan mencari orang yang bernama tholib. Akhirnya ia menyadari bahwa ia hanya sendiri dan itu berarti dirinyalah yang dimaksudkan sebagai tholib. Baru kali ini ia tidak dipanggil sebagai Yang Mulia.

“apa yang akan kau lakukan jika disuatu ketika kau sangat kehausan sementara tidak ada air setetes pun.Tiba-tiba ada yang datang membawa segelas air?” kata sang ulama memberi pelajaran.

“ aku akan menukarkan air tersebut dengan separuh kerajaanku.” Kata sang raja penuh percaya diri.

“limadza ya tholib, mengapa ya tholib?”

“Karena pada saat itu minum adalah hal terpenting dari apapun.”

Sang ulama tersenyum. Ia lalu melanjutkan, “ jikalau ternyata air yang telah kau minum tidak bisa kau keluarkan dari tubuhmu, apa yang akan kau lakukan, ya tholib?”

“ aku akan memberi separuh dari kerajaanku bagi siapa saja yang bisa mengeluarkannya”, kata sang raja mulai berpikir mencari benang merah pertanyaan pertama dengan yang kedua.

“Limadza ya tholib?” Sang ulama lagi-lagi bertanya mengapa.

“Karena mengeluarkan air yang sudah tidak berguna itu lebih penting dari apapun termasuk separuh kerajaan.

“ Ya tholib, apa kesimpulan pelajaran hari ini?"

Sang raja menjawab,” Bahwa segelas air lebih penting dari kerajaanku”. Sang raja tertunduk.

Sang ulama tersenyum dan berkata:“ Bahkan sesungguhnya dunia ini tidak lebih berat dari sepasang sayap nyamuk.Ya tholib, sesungguhnya dalam pengajaran harus ada ketundukkan hati. Dalam belajar, kau adalah murid dan pengajarmu adalah guru. Dalam belajar, orang tidak memandang siapa kau, tapi seberapa dalam yang kau pelajari. Yang terberat ya tholib, bukan kerajaanmu tapi pengamalan dari setiap apa yang telah kaupelajari.” Sang ulama menutup pelajaran dengan senyumnya yang arif.

Sang raja semakin tertunduk. Ia ingat, selama ini ia hanya bersenang-senang di istana tidak peduli keadaan rakyatnya. Ia menganggap bahwa kerajaannya adalah segalanya. Dan ia adalah pusat kehidupan dari seluruh yang tercakup di dalam kerajaannya. Ternyata, ia baru sadar, kerajaannya bahkan tidak lebih besar daripada segelas air.

Begitulah pula kita. Terkadang merasa apa yang kita miliki ini adalah segalanya. Jabatan dan kedudukan kita. Kekayaan kita. Istri atau suami kita. Anak-anak yang sangat cerdas luar biasa. Semuanya mampu membuat kita lupa tentang siapa diri kita yang sebenarnya. Apa yang terpenting dari semuanya. Terkadang kita merasa berlagak bagai raja. Dan akan marah sejadinya jika orang lain tidak tunduk patuh menghiba-hiba. Padahal sejatinya,bagaimana kedudukan kita di hati orang lain itulah yang lebih penting. Dan yang terpenting lagi adalah bagaimana kedudukan kita di hadapan pencipta kita.

Maka, kedudukan orang-orang berilmu dan ilmunya bermanfaat adalah lebih penting dari pada kedudukan orang kaya yang hanya sekedar memikirkan dirinya sendiri. Namun kedudukan orang kaya yang dermawan adalah lebih penting dari kedudukan orang yang berilmu setinggi gunung tapi miskin pengamalan dan pengajaran. Wallahu a’lam.

Palembang, 20 September 2013 pk. 14.20 WIB

Senin, 01 September 2014

KEINGINAN

Oleh: Rika Januarita Haryati

Jika sudah mendapatkan apa yang diinginkan, apakah keinginanmu selesai? Tidak eh belum. Jika semua permintaanmu telah dikabulkan oleh sang pencipta, apakah doa-doamu menjadi selesai? Belum. Sebenarnya, apa yang kau inginkan?

Keinginan kita sungguh banyak sekali. Apa yang terlihat oleh mata, apa yang terdengar, apa yang terbayang, begitu menggoda untuk kita capai. Jika belum tercapai, maka meranalah jiwa karenanya. Maka raga berontak untuk dapat mewujudkannya. Jikalau hari ini kita makan hanya bisa satu kali sehari, maka kita berusaha untuk bisa makan dua kali hingga tiga kali. Setelah semua tercukupi, barulah kita terpikir untuk menambah dengan snack atau kudapan. Jika telah terlaksana barulah berencana makan di luar. Di restoran, di hotel, di cafe dan lain sebagainya.

Well, memang ada yang menginginkan semuanya meskipun kemampuan belum memadai. Wajarlah jikalau akhirnya pribahasa besar pasak daripada tiang menjadi begitu populer. Apakah kita bisa mencukupi segala keinginan kita? Ya bisa. Tapi hati-hati, jika terlalu memaksakan maka akan stres sendiri akhirnya. Jika besarlah keinginan dibanding kemampuan merealisasikannya maka kita bisa tenggelam dalam runtuhan keinginan kita itu sendiri.

Tentu saja, keinginan kita bukan hanya makan. Yang utama memang makan. Ada prestasinya. Juga prestise. Kehormatan, jabatan, gelar dan nama besar. Yang tidak bisa lepas, tentu saja uang. Banyak orang yang mencari uang sebanyak-banyaknya untuk membeli semua keinginannya. Termasuk membeli nama dan gelar. Membeli ketundukkan dan kepatuhan. Bahkan uang bisa membeli suara bahkan si pemilik suaranya sekalian.

Keinginan adalah hawa nafsu. Ada yang baik dan ada yang buruk. Keinginan yang baik berasal dari lingkungan yang baik. Pikiran yang baik. Serta fitrah jiwa yang menyukai kebaikan. Kebaikan itu menenangkan hati. Maka, banyak sekali orang-orang yang melakukan kebaikan. Banyak juga orang yang akhirnya curiga dengan kebaikan. Takut ada udang dibalik batu.

Keinginan yang buruk, berasal dari lingkungan yang buruk. Pikiran buruk. Serta angan-angan sesat yang membuat keburukan terlihat indah. Banyak orang berlomba-lomba mencuri uang rakyat. Memenggal kesempatan orang kerja di sana-sini. Memutus mata rantai kesuksesan orang lain yang berlaku pada rel yang benar. Pokoknya segala keburukan itu terlihat indah dan mudah.

Keinginan kita tak bisa berhenti. Ibarat meminum air laut, akan bertambah haus jadinya. Keinginan takkan pernah sudah. Kalau bisa, tangan ini bisa memeluk gunung atau bisa menggapai bulan. Keinginan tak akan pernah musnah. Selalu ada dan terus ada. Apa yang akan jadi pemutusnya? Mati atau putus asa. Orang yang putus asa, tidak menginginkan apa-apa lagi kecuali mati. Sedang orang mati, tidak bisa lagi berpikir untuk ingin.

Lalu harus bagaimana menghadapi keinginan ini? Kita tidak bisa memutusnya namun kita bisa mengendalikannya. Kita adalah raja. Sedang keinginan kita hanyalah pelayan. Ia yang melayani kita, bukan sebaliknya. tapi oh tapi, banyak sekali kita temui pada zaman sekarang ini, raja-raja yang melayani keinginan pelayannya.

Dalam keinginan harus ada kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah pertimbangan perlu atau tidaknya sebuah keinginan untuk direalisasikan. Boleh saja ingin menjadi paling kaya sedunia. Boleh saja ingin menjadi selebritas paling terkenal sejagad raya. Boleh saja ingin jadi ilmuwan paling hebat sedunia. Tapi perhatikan bagaimana cara memperolehnya. jika semuanya didapatkan dengan cara terhormat, maka keinginan itu adalah keinginan terhormat. Merealisasikannya juga merupakan bentuk kehormatan.

So, jika memang keinginan itu mulia dan terhormat, realisasikanlah dengan jalan yang mulia dan terhormat. Keinginan semulia apapun jika direalisasikan dengan jalan yang buruk, maka hilanglah kemuliaannya.

at Tunas Bangsa Palembang, 25 September 2013 pk. 12.50

Minggu, 31 Agustus 2014

CINTAKU PADA JASMIN

Oleh: RikaJanuarita Haryati

Alangkah lengkapnya, jikalau di tamanmu ada bunga mawar dan melati. Keduanya sama mahsyurnya. Keduanya cantik jelita. Nama mereka pun sungguh indah saat diucapkan maupun saat didengar. Rosa sinensis dan Jasminum sambac. Keduanya semerbak mewangikan taman sejauh pandangan. Oh kumbang mana yang tak tersihir oleh kecantikan keduanya. Hai kupu-kupu mana yang tak terpikat oleh kejelitaan mereka. Tanah mana yang tak bahagia melahirkan keduanya. Bunga-bunga lain pun mendapat berkah karena bisa bersanding dengan keduanya sehingga tersiram keharuman yang terbaik.

Tahukah kau,dibalik semua kesamaan anugrah yang melingkupi keduanya, ada perbedaan yang mencolok. Apakah itu berkaitan dengan warna bunganya? Apakah bentuk batang dan daunnya? Apakah perawakannya? Apakah sifat-sifat filosofisnya? Baiklah, semua kemungkinan itu benar. Tapi yang paling mencolok adalah bagaimana orang memperlakukan keduanya.

Terhadap mawar,pecinta mana yang tak mengenalnya? Warna merahnya adalah perwakilan dari hatiyang buncah. Hati yang berbunga. Bunganya adalah perasaan yang mendalam. Emosi yang teraduk-aduk dan dipenuhi oleh cinta. Memberikan mawar adalah perlambang penawaran cinta. Menerima mawar adalah perlambang menyambut cinta. Tapi oh sayangnya, banyak orang yang salah kaprah. Mereka pikir mawar ini bisa dibeli dan diberikan kepada siapa saja yang disukainya. Bahkan manusia paling bajingan sekalipun bisa dengan ringan menenteng mawar kemana-mana lalu memberikannya kepada siapa saja, perempuan mana saja. Oh, begitulah sejatinya nasib mawar. Atas nama cinta, orang-orang menodai kehormatannya. Karena oh karena, ketika perempuan telah menyambut mawar yang diberikan oleh seorang lelaki, maka meski belum terikat pernikahan, para pecinta palsu merasa telah saling memiliki. Bahkan merasa boleh saling melakukan apa saja. Bergandengan, berpelukan, dan ber-ber lainnya. Pada akhirnya, mawar ini hanya bisa tertunduk menangis menyesali akhir dari sejarahnya hidupnya.

Mungkin kau pun pernah menyaksikan saat remaja galau. Mereka memetik mawar hanya untuk menceraikan beraikan mahkotanya sambil berspekulasi mencari jawaban “iya” atau“ tidak”. Yah, lama disayang-sayang si mawar, pada akhirnya hanya menjadi sampah para spekulan galau. J

Mawar biasanya dipisahkan mahkotanya, lalu di taburkan di jalan-jalan para pejabat yang sedang berjalan. Ya, pada akhirnya kecantikannya hanya untuk diinjak-injak. The last, mawar berakhir di pemakaman.Menjadi penghias tanah yang masih memerah.

Bagaimana dengan melati? Melati bermahkota lebih kecil. Terlihat bersahaja. Warnanya tidak cerah mencolok ataupun merona. Putih saja. Sederhana saja. Tapi wanginya bisa menghipnotis siapa saja. Kecuali orang-orang yang hidungnya bermasalah atau alergi bau wangi yang natural.

Apa yang dilakukan orang-orang terhadap si melati? Pernah kau lihat orang-orang memetik kuncup-kuncup melati lalu mereka letakkan pada keranjang? Pernah jugakah kau melihat orang-orang merangkai bunga melati? Selanjutnya, bunga melati itu akan diletakkan sebagai mahkota penghias di atas kepala para gadis pengantin.Terkadang para tamu undangan pun tak segan memetik sang melati dari kepala si gadis.

Kecantikan melati hanya membersamai kecantikan gadis yang menggenapkan setengah dien (agama).Gadis yang merayakan cintanya dengan cara terhormat. Sungguh, belum pernah terdengar para pecinta palsu memberikan setangkai melati untuk pasangannya J.

Aku suka melati karena ia bisa hidup dimana saja. Ia mudah tumbuh dimana saja. Ia fight terterhadap serangan hama. Menanamnya pun sangat mudah, cukup kau stek saja. Cukup kau tancapkan batangnya ke tanah, maka ia akan tumbuh semarak. Ia tak perlu jambangan mewah atau pot yang cantik. Ia tak perlu dipupuk, karena ia adalah bunga yang mandiri. Ia akan mencari sendiri apa yang ia butuhkan. Ia sederhana,namun kuat. Ia rakyat jelata namun terhormat. Ia kecil namun harum. Ia biasa saja namun khas dan berkarakter.

Aku suka melati.Suka pada kebersahajaannya. Keharumannya yang berwibawa. Orang-orang memperlakukannya dengan hormat. Bentuknya mahkotanya biasa saja bahkan kecil.Bahkan dibandingkan mawar atau anggrek, dia bukanlah apa-apa. Begitu pun warnanya, putih saja. Tidak seperti mawar yang punya spektrum warna bervariasi.Namun karena itulah orang memilihnya untuk melengkapi kecantikan para pengantin.

Sungguh, siapa pun boleh saja menjadi cantik. Gadis manapun boleh saja harum menawan. Namun yang terpenting dari segalanya adalah kecantikan yang berwibawa. Kecantikan yang membuat orang merasa hormat. Tentu saja bukan karena kau cantik, kaya, juga anak pejabat yang membuat orang menghormatimu tapi karena kecantikan akhlakmu yang memancar dengan indahnya.

Palembang, 2 November 2013 pk 17.24 WIB

Sabtu, 30 Agustus 2014

RINDU MERINDU PADU

Oleh:Rika Januarita Haryati

Meski dikelilingi gurun gersang,
bersamamu bagai di taman sejuta bunga

Meskisepi mencekam,
bersamamu bagai sejuta terompet bersahut-sahutan

Meskigelap ruangan,
bersamamu, serasa sejuta lilin menemani

Meskipanas bertandang,
bersamamu, serasa salju turun membelai wajah

Meski hutan berguguran daunnya,
bersamamu, serasa kemeriahan pesta alam kusaksikan

Meskihujan menembus pori-pori kulit,
bersamamu, serasa syair cinta turun berirama

Takada rasa pedih jika bersamamu

Takada obat yang pahit jika kau yang memberikan

Takada beban berat jika kau di sampingku

Takada susah hati jika telah kudengar suaramu

Takada keraguan menembus badai apapun jika kau yang memimpin


Tapi...


Apakah aku dan kau jauh?


Palembang, 27 Oktober 2013 pk.11.25

Jumat, 29 Agustus 2014

TAK TERTULIS

Oleh: Rika Januarita Haryati

Begitu banyak kata yang tidak sempat terkatakan.Begitu menjulang ucapan yang tidak sempat diucapkan. Kata-kata melupakan dirinya sendiri. Padahal rangkaian kalimat telah berjajar dengan indah. Tinggal menunggu peluit ditiup, maka semua kata akan berlomba berjejalan muntah dari mulut. Namun apalah daya, kata-kata telah menyembunyikan dirinya di ruang gelap dan pengap. Mereka sungguh sudah terlalu malu. Dunia ini sudah hampir hancur karena keganasan kata-kata. Maka biarlah mereka berkontemplasi di gua-gua gelap.Biarkan mereka menyesali diri. Kata-kata pun butuh kesendirian untuk menenangkan jiwanya.

Pernahkah kau membayangkan jikalau kata-kata bisa ditumpuk bagai batu? Maka mereka akan menjulang. Tingginya pasti melebihi Mahameru bahkan bisa melebihi Everest. Oh atau justru menyundul langit. Bahkan kita bisa kehilangan ruang untuk bernapas karena semua telah penuh terisi oleh kata-kata.

Pernahkah juga kau berandai-andai jikalau kata-kata adalah butiran hujan? Maka masing-masing kita telah tenggelam oleh ambisi kata-kata kita sendiri. Betapa luas dan dalamnya lautan yang terbentuk karena kata-kata. Bahkan lautan ini bisa menelan Laut Merah, Laut Mati dan betapa mengerikannya karena mereka juga akan menelan semua samudera di dunia. Semua pohon akan tumbang. Tercerabut terbawa gelombang.Hewan-hewan menggelepar kedinginan. Tak ada burung yang berani mengepakkan sayapnya. Bahkan ikan-ikan akan tersesat oleh badai lautan. Bagaimana dengan kita? Kita adalah yang pertama-tama tertelan oleh lautan kata. Mungkin, takkan ada yang tersisa.

Pernahkah kau bayangkan?

Jikalau kata adalah gunung, lihatlah gunung yang terbuat dari kata maaf. Hanya untuk kata maaf saja. Ya, betapa seringnya kita meminta maaf, betapa seringnya kita melakukan kesalahan. Adakah gunung pemberian maaf kita telah sama tinggi dan menjulangnya? Memaafkan adalah karakter orang yang sabar lagi mulia. Namun bagaimana kita bisa menipu diri sendiri. Tentu saja, kita bisa memaafkan siapa saja, tapi kita takkan pernah melupakannya. Bukankah selalu begitu? Seperti maaf yang diberikan oleh sebatang pohon yang telah ditancapkan paku pada batangnya. Maka ia takkan melupakan sakit saat paku itu kita tancapkan, juga sakit saat paku itu kita cabut. Pernyataan maaf kita adalah permintaan kita untuk mencabut pakunya. Maka memaafkan adalah saat dimana paku-paku dicabut.

Lalu, mana yang lebih baik, membiarkan paku itu tetap menancap atau mencabutnya? Jikalau memang sakit, apakah lebih baik tidak usah meminta maaf dan tidak perlu memaafkan? Oh,itu sama saja artinya dengan menancapkan paku seumur hidup. Saat paku karatan,maka ia akan menjadi penyakit yang akhirnya menggerogoti kehidupan sampai akhirnya mematikan. Kejam memang.

Well, tentu saja kita semua mafhum bahwa tidak semua orang bisa berbesar hati untuk memaafkan. Kita pun tahu,bahwa tak semua orang memiliki keberanian untuk meminta maaf. Apalagi jikalau harus meminta maaf pada orang yang lebih muda, atau orang yang jabatannya berada di bawah. Apalagi jika selama ini ia hanya kita pandang sebelah mata. Antara maaf dan gengsi. Banyak orang-orang yang tak bersedia meminta maaf meskipun ia menyadari kesalahannya. Ya banyak sekali.

Tapi, ternyata banyak juga orang yang memaafkan saja meski orang yang bersalah tidak pernah meminta maaf. Saat kutanya apa alasannya, mereka menjawab bahwa mereka tidak suka memelihara kebencian. Karena kebencian itu akan memburukkan nilai kehidupan mereka. Setiap kata bisa menjadi laknat. Setiap doa bisa menjadi sumpah serapah. Oh, setiap kebahagiaan bisa menjadi tak bernilai karena ia tidak lagi bisa ditampung oleh hati yang memendam kebencian. Maka solusinya adalah just forgive all mistakes. Lalu, sambutlah ketentraman dan kebahagiaan yang datang bertubi-tubi.

Tidak semua hal harus dituliskan, tak semua kata pun harus diucapkan. Namun, tulisan memiliki kekuatannya sendiri. Begitu juga kata-kata. Dimana kekuatan mereka? Saat kita berhadapan dengan para hipokrit dan para pengkhianat. Maka semakin banyak hipokrit dan para pengkhianat yang berada dalam suatu negara maka semakin banyak undang-undang yang harus dibuat. Satu kitab takkan pernah cukup. Mungkin seribu kitab pun masih terasa kurang. Bahkan yang lucunya, kitab undang-undang itu dibuat oleh para hipokrit dan pengkhianat. So desperatest.

Banyak hal-hal besar yang tak tertulis. Banyak sejarah lewat begitu saja. Banyak para tokoh besar tidak kita kenal karena tak tertuliskan. Banyak hal yang seharusnya ditulis namun tak tertulis. Tapi lebih banyak lagi hal-hal yang tak perlu ditulis, tapi kita lihat berserakan dimana-mana. Aneh ya?

Sekarang, kita telah menebang berjuta hutan. Memangkas semua ranting pohon untuk dijadikan pena.Kita pun telah mengeringkan banyak lautan untuk menjadikannya sebagai tinta.Apa yang ingin kita tulis? Sejarah besar? Biografi orang besar abad ini?Janji-janji? Atau hal remeh bin temeh?

Hei apa menu makan siang kalian hari ini? :)

Palembang, 4 November2013 pk. 06.28

Kamis, 28 Agustus 2014

HOME SWEET HOME

Oleh: RikaJanuarita Haryati

Entahlah, tiba-tiba saja aku ingin mempunyai rumah sendiri. Home sweet home. Aku tinggal di sana.Membersihkannya. Membeli peralatan masak sendiri. Mengatur barang-barang. Mendesain tata ruangnya. Membuat taman. Membuat kebun. Memelihara ikan atau kelinci.

Ingin sekali rasanya memiliki rumah pribadi. Tidak besar juga tidak apa-apa. Tapi banyak bunga dan sayuran. Pagarnya dirambati oleh bunga atau oleh sayuran yang merambat. Kalau bisa, nanti di beranda belakang ada pohon-pohon yang berbuah.Dan kubayangkan nanti ada semangka yang merambat dengan buah yang besar. Ada anggur yang buahnya menjuntai. Aku memang pengkhayal ya? J

Selanjutnya, didalam rumah ada aquarium kecil yang dihuni oleh ikan cupang yang kecil. Atau di halaman depan ada kolam kecil yang berisi ikan warna-warni. Ikan mas juga boleh. Lalu bayangkan juga ada pot-pot berisi bunga segar yang bergantungan. Wow, asri sekali.

Di dalam dan di luar rumah tidak boleh ada sampah yang berceceran. Jendela rumahnya besar.Sirkulasi udara lancar sehingga tidak perlu memikirkan untuk memasang AC.

Aku akan kembali mengoleksi kaktus, sukulen, agave, dan sansievera. Bahkan jika perlu, nanti kuberi nama ilmiahnya. (Hehe, kurang kerjaan banget ya?). Pada sudut halamana kan kutanam melati dan kemuning. Kalau keduanya berbunga, wanginya akan semerbak kemana-mana. Kalau tidak percaya, cobalah kau tanam sendiri. J

Kalau halaman belakang rumahku kebetulan luas, akan akan menanam durian, duku, dan salam.Ketiganya tumbuhan yang unik. Jarang orang menanamnya. Cobalah perhatikan tanaman di halaman rumah orang lain. Kebanyakan akan kau temui tanaman mangga,sawo, jeruk, jambu, dan tanaman lain yang bisa berbuah dalam ukuran mini. Nanti aku juga berencana menanam pandan, tumbuhan obat-obatan, bumbu dapur lengkap. Gila, kalau dihitung-hitung berarti aku harus punya halaman seluas 1 hektare,itu minimal. It’s okay, step by step.Untuk menghemat lahan, nanti akan kudesain saja tata letak semua yang ingin kutanam. Idih, merepotkan diri sendiri ya J

Sederhana saja rumahku nanti tapi nyaman, sejuk dan segar. Tidak perlu banyak perabot mewah,cukup apa-apa yang diperlukan saja. Misalnya mesin cuci untuk mencuci. Eh kira-kira ada tidak ya mesin pemasak makanan? Selain rice cooker tentunya. Jadi kita tinggal masukkan list mau masak apa saja, lalu tekan tombol ok. Beres deh. Nanti tinggal menunggu menunya matang saja. Ada rendang, sayur asem, nasi, sambal buah. Haha.

Semoga nanti ada beberapa lukisan yang mempermanis dinding ruang tamu. Aku sudah punya beberapa lukisan mungil yang keren. Memang sih masih karya orang lain. Kalau ada waktunya, nanti aku juga akan belajar melukis. Wah, pasti akan menjadi momen yang mengasyikkan.

The last, di rumah harus ada perpustakaan kecil pribadi. Kalau melihat bayak buku berdiri berjajar, cukuplah rasanya. Serasa menjadi orang terkaya di seluruh dunia. Melihat bukunya saja hati sudah merasa senang. Seperti melihat cahaya berpendar-pendar ingin segera keluar dari buku lalu menerangi dunia. Ohmy god. So, you may say I am a dreamer.

Palembang, 11November 2013 pk.15.30 (Ba’da ‘Ashar)

NB: Lucunya adalah ketika aku menuliskan tentang masakan rendang, sayur asem dan sambal buah diatas, ternyata keesokannya tanteku memasak sama persis apa yang kubayangkan. Subhanallah :D
mudah-mudahan saja itu juga berlaku untuk home sweet home. I believe that what is our thinking about, sometimes, will be come to us. A dream will be come true. Although we all dont know, when it will be happening.

Rabu, 27 Agustus 2014

CINTA ADALAH PERSAHABATAN

Oleh: Rika Januarita Haryati

Cinta adalah persahabatan. Orang yang saling mencintai adalah orang yang sama-sama berjanji untuk saling bersahabat selamanya. Marah, benci, kesal dibungkus oleh persahabatan. Maka hal-hal buruk tersebut tak akan kekal. Bagaimanapun, seorang sahabat akan memaafkan kesalahan sahabatnya. Sedang cinta, sayang dan kasihnya pun dibungkus oleh persahabatan sehingga takkan membabi buta.

Dalam bersahabat, selalu ada nasehat. Menasehati atau dinasehati adalah hal yang lumrah dalam jalinan persahabatan. Jika ada kayu yang bengkok, maka akan segera diluruskan dengan cara yang baik. Maka jika seorang sahabat terlena oleh kesalahan, maka sahabatnya akan menasehatinya dan berusaha menjauhkannya dari kesalahan-kesalahan selanjutnya. Bahkan jikalau sahabatnya jatuh kedalam got sekalipun, maka sahabatnya takkan meninggalkannya. Sahabat akan tetap mengulurkan tangannya. Tak peduli betapa kotornya dan baunya got tersebut. Sahabat akan berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan sahabatnya dari got tersebut.

Entah, bagaimana mengukirkan sebuah cerita tentang persahabatan ini. Mungkin memang muluk. Tapi sungguh, cerita orang-orang yang saling bersahabat itu banyak sekali. Kau tahu kawan, cerita persahabatan orang-orang terdahulu? Pernahkah kau mendengar cerita tentang seorang sahabat yang meletakkan kakinya pada mulut lubang ular? Hal itu ia lakukan agar ular tidak keluar dan menggigit sahabat yang ia cintai.

Pernah jugakah kau mendengar kisah seorang sahabat yang merelakan gadis idamannya akhirnya dipinang oleh sahabat yang menemaninya kerumah sang gadis untuk melamarnya? Apalah daya ternyata sang gadis justru menyukai sahabatnya. Bahkan kau tahu kan jika si sahabat ini akhirnya menghadiahkan maharnya untuk sahabatnya? Dia adalah Salman al Faritsi, sedang sahabatnya adalah Abu Darda. Oh kawan, cerita ini sudah lewat berabad yang lalu. Namun, tiada orang yang akan lupa bahwa cerita ini ada.

Cinta adalah persahabatan. Kau tahu kawan, dalam persahabatan tentulah ada lapang dada. Itulah yang menyebabkan persahabatan kita bertahan sampai sekarang. Oh ya, dalam persahabatan juga ada hormat. Mana tega kita untuk menjelek-jelekkannya meski dari belakang. Bahkan yang ada justru rasa pedih jika mendengar ia dijadikan guyonan oleh orang lain.

Terkadang ajaibnya, ada rasa bahagia ketika ada orang lain menceritakan tentang kebaikannya. Juga ketika ada orang yang menitipkan salam untuknya. Atau ada orang yang juga mendoakan untuk kebaikannya. Saat ia bahagia, kaupun bahagia. Saat ia sedih, tiba-tiba saja langitmu terasa mendung. Apakah kau pernah merasakan hal tersebut?

Dalam bersahabat tidak ada test. Jangan coba-coba menge-test-nya. Test kebaikannya. Test kejujurannya. Atau test-test lainnya. Lalu bagaimana melihat ia apa adanya? Ingatlah perkataan Umar bin Khattab bahwa kita akan tahu dengan sendirinya kualitas sahabat kita dengan saat seperjalanan dengannya, saat berbisnis dengannya dan saat bermalam dengannya. Ia tetap baik atau berubah menjadi srigala.

Saat kau memberlakukan test, maka ketulusanmu telah hilang. Kau takut sebelum ketakutan itu mendatangimu. Kau pengecut. Kau telah mengisolasi sahabatmu. Kau menyemprotkan pestisida ke wajahnya.

Ya, di bumi ini, ada orang-orang yang jikalau kita berada di depannya maka mulutnya dan wajahnya manis sekali. Suaranya memuji kita. Tingkah lakunya akrab dan membuat terkesan. Namun setelah kita hilang dari pandangannya, maka semua aib kita ia obral kepada siapa saja. Seolah-olah kita adalah musuh bebuyutannya. Maka mendoakannya adalah hal terbaik agar penyakitnya tidak menular.

Aku pernah difitnah. Tapi tidak apa-apa. Itu juga sudah lama sekali. Pernah juga ada yang salah mempersepsikan tentang aku. Hal ini yang paling menyakitkanku karena dilakukan oleh orang yang dekat denganku. Tapi tidak apa-apa. Mungkin itu cara Allah memberitahuku sahabat seperti apa dirinya. Sungguh, aku tidak rugi.

Aku berterima kasih karena masih mempunyai banyak sahabat yang tulus. Mereka yang mencintaiku karena Allah. Mereka yang tetap menjaga kehormatanku meski aku jauh dari mereka. Mereka yang tidak mencibirku dari belakang.

Ya,ya,ya bagaimana mungkin mereka melakukannya di belakangku. Kalau ditanya mengapa, bisa-bisa mereka terkekeh sambil berkata: “bagaimana mungkin kami mencibirmu dari belakang, kan lebih asyik langsung dari depan. Haha”

Maka, cinta memang adalah persahabatan.

Palembang, 1 Desember 2013 pk.12.00

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan