Pages

Jumat, 01 Juni 2012

KISAH CINTA HAJAR DAN IBRAHIM

Oleh: Rika Januarita Haryati

Pernahkah kau mendengar kisah cinta yang mengharu biru? Mungkin Romeo and Juliet menjadi andalanmu? Atau kisah Jack and Rose dalam Titanic? Menurutku, daripada kedua cerita diatas, lebih mengharukan kisah cinta Srintil dan Rasus dalam Ronggeng Dukuh Paruk. Namun, aku tak hendak membicarakan kisah-kisah itu semua. Disini, ada kisah yang luar biasa menantang emosi. Bukan sekedar kisah kiraan. Nyata, bahkan tersimpan dalam kitab. Abadi.

Lelaki itu barusaja mempunyai seorang anak. Anak lelaki kebanggaan. Anak yang telah ditunggu-tunggu kehadirannya. Bahkan 80 tahun lebih usianya menggurat kerinduan. Dan, baru sekarang Allah mengaruniakannya padanya. Anak. Lelaki. Sukacita, kebahagiaan seolah tak habis memenuhi setiap jengkal kehidupannya. Ia begitu sayang pada anak serta istrinya.

Lalu sang lelaki mendapat mendapatkan pesan terpercaya untuk berkunjung ke Mekkah. Sang lelaki diharuskan membawa serta istri dan anaknya yang masih merah dalam buaian. Ia berangkat dari Palestina menuju Mekkah.

Sesampainya di lembah Mekkah, sang lelaki diharuskan meninggalkan anak dan istrinya. Matanya seketika berkeliling. Hatinya ia besar-besarkan. Jikalau bukan karena iman, takkan mungkin aku tinggalkan mereka kepadamu hai padang pasir panas, gunung batu, tanah gersang. Selaiknya tanah yang tiada kehidupan, Ia berbisik dalam hatinya.

Sang lelaki berbalik. Bersiap kembali ke Palestina. Tiba-tiba istrinya bertanya: “wahai lelakiku, akankah kau tinggalkan kami di sini? Mengapa?” sang lelaki terdiam. Hatinya berdebaran. Sang istri bertanya kembali. Sang lelaki hanya diam. Lalu sang istri kembali bertanya hal yang sama. Dan sang lelaki terdiam untuk ketiga kalinya.
“Allah amaruka bihadza?” Sang istri mencoba menyelami pikiran lelakinya. Sang istri tahu, lelakinya adalah seorang yang terpercaya, bertanggung jawab dan penuh kasih sayang.
Apakah Allah yang memerintahkan ini kepadamu? Sang istri masih menelisik gurat kesedihan di wajah lelakinya. Ia melihat, wajah lelakinya memandang langit.
“Allah...”, lelakinya berkata perlahan.
“Kalau begitu hai lelakiku, Allah tidak akan sia-siakan kami. Berangkatlah. Janganlah pikirkan kami. Allah akan menjaga kami. Berangkatlah hai lelakiku.”

Sang lelaki pergi. Ia telah tinggalkan anak dan istrinya di daerah Hudai. Ia selalu menoleh ke belakang, namun tempat tersebut telah terhalang oleh bukit. Airmatanya jatuh. Sang lelaki memanjatkan doa;
"Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah tempatkan sebagian dari keturunanku di lembah yang tak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau yang suci, ya Rabb kami yang demikian itu agar mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia condong kepada mereka, dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur (Q.S Ibrahim : 37)."

xxx

Setelah 4 tahun berlalu, sang lelaki baru diperbolehkan untuk melihat kondisi anak dan istrinya. Namun, Ia hanya boleh melihat dari jauh. Mekkah telah berubah menjadi kampung kecil. Istrinya telah mempunyai rumah, kambing dan telaga. Serta penduduk disana menghormati anak dan istrinya.

Empat tahun kemudian, sang lelaki diperbolehkan menjenguk anak dan istrinya dari dekat, namun ia tidak diperbolehkan turun dari kendaraan. Istrinya mengharu biru melihat kehadiran suaminya yang telah ditunggunya selama 8 tahun. Ia mempersilahkan suaminya turun dari kendaraanjj(tunggangan).
“ turunlah wahai lelakiku. Kita sekarang sudah punya rumah, punya telaga zam-zam, roti dan daging. Ayo turun dan masuklah...”
sang lelaki hanya diam. Ia tak lekas turun dari kendaraannya. Sang istri mengulang kembali perkataannya, sedang sang lelaki tetap tak bergeming.
“Allah amaruka bihadza?” Sang istri mengulang pertanyaannya 8 tahun yang lalu.
“Iya, ini perintah Allah. Aku diperbolehkan menengokmu, tapi aku belum diperkenankan untuk turun dari kendaraan ini.” Sang istri tersenyum. Ia tahu, suaminya bukan lelaki biasa.
“Wahai lelakiku, kalau aku membasuh mukamu, membasuh kakimu, membasuh tanganmu membersihkan tubuhmu dari debu-debu dengan air zam-zam ini, dilarang atau tidak?."
“Tidak...” maka sang istri bergegas membasuh tubuh lelakinya dari debu-debu perjalanan.
Sang lelaki tak mampu lagi membendung airmatanya. Maka ia meminta istrinya untuk membasuh mukanya dengan air zam-zam tersebut. Sehingga airmatanya dapat luruh bersama air zam-zam yang membasahi mukanya.

Kurang lebih empat tahun kemudian, sang lelaki kembali datang ke mekkah. Namun kali ini ia turun dari kendaraannya. Bahkan Ia pun bertemu dengan lelaki yang teramat Ia rindukan. Ismail. Putranya gagah. Terlihat kedewasaan yang matang dari sinar wajahnya. Ia dekap erat sang putra tersayang. Ia dekap pula perempuannya. Sungguh, ia mencintai keduanya. Namun sungguh, cinta kepada keduanya tertaut atas nama cinta kepada Rabbnya. Ia yakin Rabbnya tak akan menyia-nyiakan cinta mereka.

Ujian cinta, siapa yang tak pernah melaluinya? Siapa yang tak pernah diuji dengannya? Siapa yang tidak pernah jatuh kedalam cinta? Siapa? Adakah? Tidak. Bahkan setegar Ibrahim pun harus melalui ujian ini. Untuk membuktikan cinta sucinya kepada Rabbnya. Apakah istri dan anak akan melalaikan dari cinta sejatinya? Subhanallah, ternyata tidak. Justru cinta semakin semarak, memenuhi rongga jiwanya. Syahdan. Selamat dan shalawat untukmu duhai ayahanda kami Ibrahim. Kami merindukan sosok kepala keluarga sepertimu. Yang benar-benar mencintai atas nama cinta kepada Rabb semesta alam.

Barakallah duhai Ibunda Hajar. Cintamu adalah cinta yang menguatkan. Bukan cinta yang rapuh dan usai atas ketidakberadaan belahan jiwa disisimu. Cintamu adalah cinta yang menyegarkan meski berpuluh tahun waktu memisahkan. Cintamu adalah kesetiaan yang tak habis meski kau harus bertahan sendiri. Seperti lelakimu, cintamu adalah atas kecintaan kepada Rabb dari lelakimu.

Barakallah, Ismail. Lihatlah, ibunda dan ayahandamu adalah manusia terpilih. Wajarlah jika karaktermu pun mengguratkan dan menyiarkan bahwa kau adalah lelaki yang dewasa dan matang. Karena kaupun adalah manusia terpilih. Selamat dan salam takzimku atas kalian. Keluarga penuh cinta dan keberkahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan