Pages

Jumat, 01 Juni 2012

NASIB KERUPUK

Oleh: Rika Januarita Haryati


Ada seorang pedagang begitu gencar mempromosikan dagangannya yaitu kerupuk. Tidak ada kata lain yang keluar selain kerupuk. Mulutnya sampai berbusa-busa karena berkali-kali mengulang kata kerupuk, tanpa jeda. Orang-orang datang, tapi bukan untuk melihat kerupuk, mereka berdesak-desakan untuk melihat barang dagangan yang lain yaitu coklat, wafer, dan permen.

Mereka tahu, ketiga barang tersebut jauh lebih mahal daripada kerupuk. Bahkan harga coklat bisa beberapa kali lipat untuk ukuran yang kecilnya saja. Dan memang, harga kerupuklah yang paling murah. Tapi tetap saja, para calon pembeli tidak tertarik pada kerupuk. Mereka berteriak minta ambilkan coklat, ada yang minta wafer dan ada juga yang lebih memilih permen. Dari sekian banyak pembeli, tak ada satupun yang menyebut kerupuk.

Pedagang mengeraskan suaranya diatas rata-rata suara pembeli. Sehingga lagi-lagi kata kerupuk mendominasi. Para pembeli pun merasa tertantang untuk menaikkan volume suaranya sampai beberapa oktaf..permen, coklat, wafer, itu saja yang mereka suarakan sembari menunjuk coklat, wafer dan permen yang masih terbungkus dengan manisnya.

Pedagang menjadi kalap. Pembeli tidak peduli. Bahkan ada yang berani menginterupsi pedagang, sehingga mau tidak mau pedagang menjadi diam. Saya mau coklat, kata seseorang. Saya mau permen, kata yang lain. Saya suka wafer, kata seseorang yang lain. Saya tidak suka kerupuk, kata seseorang yang lebih lain lagi, karna ia baru datang tapi tidak berniat membeli apapun.

Tiba-tiba saja pedagang menjadi lunglai. Pedagang menggeleng sambil berkata dengan lemah: coklat, wafer dan permen itu belum dijual, itu belum priotitas. Sekarang saya hanya menjual kerupuk ini saja. Karena kerupuk ini adalah target penjualan saya dalam minggu-minggu ini. Para calon pembeli bubar seketika.

Pedagang tahu, kerupuk itu sudah basi, alot dan tidak fresh lagi. Kerupuk dengan berbagai jenis ada yang telah kadaluarsa dan ada yang hampir kadaluarsa. Dan kasihannya adalah, calon pembeli sudah lebih paham tentang kondisi kerupuknya. Mereka hanya berpikir, membeli kerupuk sama dengan membuang uang dengan sia-sia.

Ditempat pajangan barang-barang, diam-diam coklat, wafer dan permen menangis sedih. Selain karena kerupuk yang terbengkalai, juga karena merekapun akan bernasib sama seperti kerupuk. Disimpan dan ditahan untuk kemudian hilang pesonanya karna telah kadaluarsa.

Tugumulyo OKI, 24 Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan