Pages

Sabtu, 13 September 2014

AKU BUKAN DIA

Oleh: Rika Januarita Haryati

Mungkin di zaman yang telah lalu, ada orang sepertiku. Dia begitu mirip denganku. Sifatnya, gayanya, cara berbicaranya bahkan senyumannya. Tapi aku bukan dia. Aku bukanlah reinkarnasi dari dia. Jika kau bahagia karena mendapatiku mirip dengan dia, sungguh pada akhirnya kau sendiri yang akan berkata bahwa kami berbeda.

Mungkin di belahan bumi yang lain, ada orang yang seperti kembaranku. Tertawanya, marahnya, bahkan mungkin tulisannya. Tapi yakinlah, aku bukanlah dia. Diapun bukanlah aku. Kami sama sekali tidak sama. Meskipun mata kami sama, begitu juga alis kami. Meskipun begitu persisnya, sesungguhnya jangan pernah berspekulasi bahwa pemikiranku akan seperti dia. Memang sih, bisa saja sama, tapi jangan samakan. Aku selalu memikirkan hal ini. Mengapa dua atau tiga orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan bisa tercipta sama persis. Wajahnya, senyumnya, matanya dan perawakannya sama persis. Bedanya, kalau aku berbahasa Indonesia sedang dia yang mirip denganku berbahasa Arab. Kalau aku tinggal di Palembang, maka ia tinggal di Teheran. Anehnya, kami bahkan tak pernah saling bertemu.

Sebagai orang Biologi aku memikirkan bagaimana gen-gen yang diturunkan oleh kedua orang tuaku, membentuk diriku yang saat ini. Apakah orang tuanya memiliki gen-gen yang mirip dengan kedua orang tuaku? Apakah ini hanya bukti bahwa kami mewarisi gen-gen Nabi Adam dan Hawa? Sehingga jika gen dalam DNA yang menyusun janin manusia mirip maka ia akan terlahir mirip meskipun keduanya hidup berjauhan. Satu di Afrika sedang yang lainnya ada di Kutub Selatan, mungkin.

Aku punya seorang teman yang wajahnya mirip sekali dengan selebritis holywood. Padahal mereka pernah kenal saja tidak apalagi berkerabat. Lalu mengapa mereka bisa mirip? Ada mitos yang mengatakan bahwa setiap kita terlahir kembar tujuh. Di tempat lain ada enam orang yang mirip dengan kita. Sampai sekarang aku belum menemukan bukti secara ilmiah.

Aku dengan saudara-saudaraku yang lain bahkan mempunyai wajah yang tidak mirip. Banyak orang tidak sadar kalau aku sedang berjalan dengan saudara kandungku. Setelah kuperkenalkan, kebanyakan temanku akan berkata:” kok tidak mirip?”. Untuk hal ini aku punya jawabannya, yaitu gen-gen yang diturunkan orang tua ke anaknya ada empat pola. Pertama, dominan gen ayah. Kedua, dominan gen ibu. Ketiga, kombinasi dari keduanya, yaitu kombinasi gen-gen dominan. Keempat, kombinasi gen-gen resesif (gen yang dikalahkan). Jadi jika sesama saudara tidak mirip ya tidak masalah. Tak perlu meradang. Anehnya aku justru mirip dengan orang lain. Hal inilah yang tidak pernah bisa aku pecahkan. Sampai sekarang belum ada riset mengenai kemiripan yang terjadi tanpa adanya hubungan kekerabatan.

Menurut perenunganku, kita semua mendapat bagian dari gen-gen Adam dan Hawa. Gen mereka berdua dikode oleh anak-anaknya, dan seterusnya sampai generasi selanjutnya. Sampai sekarang pada generasi abad 21. Bahkan mungkin saja bisa tetap diturunkan sampai abad-abad kedepan. Jadi kemiripan yang terjadi di bumi ini hanya sebagai penegasan bahwa kita semua mempunyai nenek moyang yang sama. Bahwa moyang kita bukanlah hewan primata yang berevolusi menjadi Pithecantropus erectus lalu akhirnya menjadi Homo sapiens dan sempurna menjadi manusia dewasa ini. Maka, meski materi pelajaranku ada Bab Evolusi-nya, aku tidak akan pernah menyebutkan bahwa nenek moyang manusia adalah seekor kera. Nenek moyang kita semua adalah Adam dan Hawa. Bahkan kera saja nenek moyang juga kera. Gorilla pun nenek moyangnya adalah gorilla. Bahkan sesama hewan primata saja, mereka mempunyai nenek moyang masing-masing. Tak ada sama sekali pembahasan evolusi kera menjadi sipanse lalu menjadi gorilla. Masing-masing mempunyai akar moyangnya masing-masing.

Wallahu a’lam.
Palembang, 4 Desember 2013 pk.16.14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan