Pages

Senin, 22 September 2014

ORANG BIOLOGI ITU KEREN

ORANG BIOLOGI ITU KEREN

Oleh: Rika Januarita Haryati

Judul itu bukan narsis sih. Tapi kenyataan (nyata narsisnya J). Bagaimana tidak, orang-orang menyangka bahwa kami itu dokter. Sewaktu mengajar anak-anak SMA kelas 3 –sekarang disebut kelas XII- anak-anak suka bertanya tentang penyakit, penyebabnya dan obatnya. Obat yang natural tanpa efek samping. Bagaimana meningkatkan imunitas tubuh? Makanan apa saja yang harus dihindari ketika sakit? Boleh nggak kalau makan nggak pake sayur atau ikan? Biji jambu itu bisa menyebabkan usus buntu nggak? Kira-kira itu sebagian pertanyaan mereka. See, mereka pikir aku dulu kuliah di kedokteran kali ya? Hehe.

Lain lagi dengan adik-adik pengajian. Mereka juga berpikir aku dokter. Mereka anak-anak teknik, dari arsitektur, kimia sampai tambang. Memang sih, acara pengajian kami memang di daerah dekat fakultas kedokteran. Sehingga dengan PD tingkat tinggi, mereka suka mendiskusikan masalah yang berkaitan dan nyerempet dunia kedokteran. Well, ketika mereka tahu aku adalah guru, mereka serasa tak percaya. Mbak cocok banget loh jadi dokter, kata mereka. Haha. Kami memang pernah menyuntik tapi isinya formalin. Pernah juga membedah organ-organ dalam mamalia. Tapi tentu saja bukan manusia melainkan katak/bufo, ikan, mencit dan sejenisnya. Hehe

Tapi memang harus kuakui, waktu kuliah dulu, kerepotannya memang tidak kalah keren dari anak-anak kedokteran. Gayanya kemana-mana pakai jas putih laboratorium. Diktat tebal yang setia menemani. Serta jam kuliah yang padat luar biasa. Belum tugas-tugas yang aduhai. Sometimes like a doctor but on other place like a farmer or natural lovers. Kami meneliti serangga dan tanaman di kampus, di kaki Gunung Dempo Pagaralam, di perkebunan teh, kebun kopi, bahkan di dekat air terjun. Kayak jingle Ninja Hattori: Mendaki gunung, lewati lembah. Sungai mengalir indah ke samudera. Bersama teman berpetualang. hehe. Seru sih memang.

Saat menjadi Researcher, kami membuat Herbarium atau Awetan Basah. Tentu saja ini praktikum yang seru. Karena kami mencari tanaman sendiri serta hewan sendiri. Artinya, kami jalan-jalan lagi. Pergi ke Pantai Pasir Putih Lampung ‘cuma’ untuk mengambil bintang laut, bulu babi (ini nama hewan air loh, bukan pig’s hair), bermacam-macam kerang, dan lain-lain. Untuk tanaman, Gunung Dempo Pagar Alam selalu menjadi andalan, soalnya sekalian hiking. Untuk pedalaman materi tentang tumbuhan dan kehewanan, biasanya kami mengunjungi LIPI, Kebun Raya Bogor, Museum Bogoriense, Sea World Ancol, Taman Bunga Nusantara, Taman Safari bahkan ke Bali. Ini peneliti merangkap petualang ala koper.

Dosen-dosen kami sebenarnya termasuk moderat. Mana ada ceritanya mahasiswa yang ikut demonstrasi menolak kenaikan SPP, misalnya, yang dilarang mengikuti kuliah atau nilainya dibuat miris, dapat D atau E. Aku bersyukur, dosen kami termasuk jajaran yang mendahulukan profesionalitas kerja. Kalau cerita dosen killer, tentu saja ada. Aku bahkan sering berurusan dengan beliau. Mulai yang dari lupa materi, tidak siap ketika di kelas dan bahkan tidak ikut ujian ketika semesteran. Wow, panjang ceramahnya. Aku yakin, beliau pasti sangat jengkel, mangkel, kesel kalau harus berurusan denganku. Di saat yang lain menciut, tak berani mengemukakan sepotong kata meskipun memiliki alasan yang krusial, aku dengan tenang menjawab segala yang menjadi kerisauan beliau. Tapi luar biasanya, aku selalu mempunyai alasan efektif. Mau tidak mau, ketika ia bilang, tidak ada ujian susulan, maka ia memperbolehkan ujian susulan. Aku tahu, sebenarnya dosen killer ini aslinya baik sekali, dia killer untuk membuat kami belajar lebih serius. Tapi ya hanya segelintir orang yang tahu sisi lainnya ini. Di dalam kelas, bisa jadi beliau cerewet sekali. Tapi di luar kelas, beliau ramah sekali. Asal berani menegur beliau duluan. Yang kata teman sih, cari mati loe. Haha.

Yah, orang Biologi itu keren. Soal alam, mereka idealis. Kalau ada perlombaan taman jurusan atau himpunan, maka yang biasanya menang ya Biologi sama mapala. Biologi ini saingan berat mapala yang dalam sekejap menjadi partner beratnya. Buktinya ‘tausiyah’ tentang kelestarian alam yang ditempel dipohon-pohon kampus itu hasil karya duet mereka. Begitu juga dengan penamaan ilmiah untuk tanaman dalam area kampus. Entah kalau sekarang.

Orang Biologi itu didoktrin untuk menanam minimal satu pohon/tanaman. Kalau tidak mempunyai pohon, berarti oksigen yang kau hirup itu hasil dari tanaman orang lain. Kamu benalu. Siapa coba yang mau jadi benalu. Bahkan untuk kertas ujian, draf bimbingan skripsi, kami diperbolehkan memakai kertas bekas (yang sisi sebelahnya masih bisa digunakan). Wah itu kabar bagus. Bisa buat penghematan sekaligus penerapan don’t be useless.

Ketika silaturahim ke rumah dosen-dosen, mereka benar-benar pencinta alam sejati. Rumah mereka asri, rindang dan sejuk. Banyak bebungaan dan pepohonan. Rumahku nanti juga begitu, insya Allah.

Dalam hal mata kuliah, aku pikir Biologi yang paling seimbang. Tidak melulu menghitung dan logis. Tidak juga cuma cuap-cuap teoritis. Mata kuliahnya banyak yang menyenangkan. Saat belajar tentang anatomi buah, dosen kami membawa bermacam-macam buah, setelah dipelajari, kami pesta buah alias fruits party.hehe. Saat belajar tentang anatomi daun, dosen kami membawa bermacam-macam daun bahkan juga membawa contoh bibit tanaman. Setelah selesai bibit itu dibagikan gratis untuk kami. Lumayan, harga bibit itu lumayan mahal bisa 30-ribuan/bibit. Saat mempelajari ikan, anak-anak kost boleh membawa pulang ikannya. Pokoknya praktikum itu bisa berarti penghematan buat anak kost. Tapi herannya setelah diadakan praktikum cacing, gak ada satupun mahasiswa yang mau membawa pulang cacing tersebut. Haha.

Yang paling berat itu saat menjadi guru. Menjadi guru berarti menjadi contoh yang akan diikuti. Teladan. Mau cantik/tampan atau biasa, mau kaya/miskin, mau pemalu/supel, mau cuek/ramah, ketika menjadi guru kamu harus terdepan dalam mencontohkan yang baik. Meski merasa tidak pandai berkata-kata, kamu harus bisa menjelaskan, merangkai kata. Kamu harus bersemangat agar suaramu sampai hingga pojok belakang. Kamu harus menguasai materi. Harus berangkat pagi-pagi. Harus bersabar meski rasanya kepala sudah berasap. Apalagi menanggapi pertanyaan murid-muridmu yang terkadang aneh. Dikelas XII, Biologi itu mempelajari pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pembelahan sel, genetika, mutasi, evolusi dan bioteknologi. Belum jika harus mengulang pelajaran Biologi kelas X dan XI. Materi reproduksi saja, pertanyaan dan rasa penasaran anak-anak kadang tidak terbendung. Apalagi ketika tahu gurunya amat sangat moderat dan demokrat. Boleh bertanya apa saja.

Nah ini yang spesial untuk para guru. Bahwa apa yang diajarkannya akan menjadi amal jariyah. Saat ia membawa pencerahan, mendidik, membina, menguatkan hati yang retak, membuatnya merasa sangat berguna. Kebahagiaan tak terperi. Kadang gurupun bias meredam ketakutan, memberi semangat, menceriakan hari, menerbitkan senyum. Guru itu bisa menyentuh jiwa dan mengasah pemikiran. Baiknya akhlak guru akan berimbas ke sebagian siswanya. Mereka inilah yang secara sederhana dan diam-diam menghantarkan siswanya menuju kesuksesan. Tentu saja, bagi yang mengerti arti guru yang sebenarnya.

Orang Biologi itu keren. Rasanya cuma di pelajaran Biologi siswaku yang nyantai, asoy geboy-geboy di kelas. Rasanya juga cuma dipelajari ini, mereka boleh nyanyi dan tertawa-tawa sepuasnya. Rasanya juga cuma dengan orang pas pelajaran ini, mereka bisa mengkritik dan memberi kripik. Haha. Bahkan ada yang langganan ke kamar kecil. Bahkan ada yang menumpahkan tangisnya saat pelajaran ini. Yah, apalah daya, mungkin mereka pikir inilah saatnya bebas berekspresi.

Well, note ini tentu saja tidak bermaksud mengecilkan peran ilmu-ilmu lainnya. Ini benar-benar pure, karena penulisnya adalah orang yang bisa langsung teler kalau menghadapi integral, kalkulus, reaksi redoks, rumus Einstein, dan kawan-kawannya. Menurutku orang-orang yang istiqomah bergelut di dunia tadi itu bukan orang-orang keren tapi orang-orang keren sekali. Begitu juga dengan ilmu sosial, secara penulisnya kagok kalau diajak debat atau diskusi. Apalagi kalau harus orasi panjang kali lebar mengenai perikehidupan sosial yang terus berkembang. Apalagi jikalau harus menganalis kemajuan hari ini apakah menuju progresifitas yang didambakan atau malah regresifitas yang tidak diinginkan.

Kita adalah keren, pada bidangnya masing-masing. Keren yang hakiki tentu itu yang kita inginkan. Dan orang yang terkeren adalah orang yang paling banyak manfaatnya dan paling baik akhlaqnya.

I am going to go back to Palembang, goodbye Tugumulyo City. I’ll always miss u.

Tugumulyo OKI, 17 Juli 2013 pk.09.42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan