Pages

Senin, 01 September 2014

KEINGINAN

Oleh: Rika Januarita Haryati

Jika sudah mendapatkan apa yang diinginkan, apakah keinginanmu selesai? Tidak eh belum. Jika semua permintaanmu telah dikabulkan oleh sang pencipta, apakah doa-doamu menjadi selesai? Belum. Sebenarnya, apa yang kau inginkan?

Keinginan kita sungguh banyak sekali. Apa yang terlihat oleh mata, apa yang terdengar, apa yang terbayang, begitu menggoda untuk kita capai. Jika belum tercapai, maka meranalah jiwa karenanya. Maka raga berontak untuk dapat mewujudkannya. Jikalau hari ini kita makan hanya bisa satu kali sehari, maka kita berusaha untuk bisa makan dua kali hingga tiga kali. Setelah semua tercukupi, barulah kita terpikir untuk menambah dengan snack atau kudapan. Jika telah terlaksana barulah berencana makan di luar. Di restoran, di hotel, di cafe dan lain sebagainya.

Well, memang ada yang menginginkan semuanya meskipun kemampuan belum memadai. Wajarlah jikalau akhirnya pribahasa besar pasak daripada tiang menjadi begitu populer. Apakah kita bisa mencukupi segala keinginan kita? Ya bisa. Tapi hati-hati, jika terlalu memaksakan maka akan stres sendiri akhirnya. Jika besarlah keinginan dibanding kemampuan merealisasikannya maka kita bisa tenggelam dalam runtuhan keinginan kita itu sendiri.

Tentu saja, keinginan kita bukan hanya makan. Yang utama memang makan. Ada prestasinya. Juga prestise. Kehormatan, jabatan, gelar dan nama besar. Yang tidak bisa lepas, tentu saja uang. Banyak orang yang mencari uang sebanyak-banyaknya untuk membeli semua keinginannya. Termasuk membeli nama dan gelar. Membeli ketundukkan dan kepatuhan. Bahkan uang bisa membeli suara bahkan si pemilik suaranya sekalian.

Keinginan adalah hawa nafsu. Ada yang baik dan ada yang buruk. Keinginan yang baik berasal dari lingkungan yang baik. Pikiran yang baik. Serta fitrah jiwa yang menyukai kebaikan. Kebaikan itu menenangkan hati. Maka, banyak sekali orang-orang yang melakukan kebaikan. Banyak juga orang yang akhirnya curiga dengan kebaikan. Takut ada udang dibalik batu.

Keinginan yang buruk, berasal dari lingkungan yang buruk. Pikiran buruk. Serta angan-angan sesat yang membuat keburukan terlihat indah. Banyak orang berlomba-lomba mencuri uang rakyat. Memenggal kesempatan orang kerja di sana-sini. Memutus mata rantai kesuksesan orang lain yang berlaku pada rel yang benar. Pokoknya segala keburukan itu terlihat indah dan mudah.

Keinginan kita tak bisa berhenti. Ibarat meminum air laut, akan bertambah haus jadinya. Keinginan takkan pernah sudah. Kalau bisa, tangan ini bisa memeluk gunung atau bisa menggapai bulan. Keinginan tak akan pernah musnah. Selalu ada dan terus ada. Apa yang akan jadi pemutusnya? Mati atau putus asa. Orang yang putus asa, tidak menginginkan apa-apa lagi kecuali mati. Sedang orang mati, tidak bisa lagi berpikir untuk ingin.

Lalu harus bagaimana menghadapi keinginan ini? Kita tidak bisa memutusnya namun kita bisa mengendalikannya. Kita adalah raja. Sedang keinginan kita hanyalah pelayan. Ia yang melayani kita, bukan sebaliknya. tapi oh tapi, banyak sekali kita temui pada zaman sekarang ini, raja-raja yang melayani keinginan pelayannya.

Dalam keinginan harus ada kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah pertimbangan perlu atau tidaknya sebuah keinginan untuk direalisasikan. Boleh saja ingin menjadi paling kaya sedunia. Boleh saja ingin menjadi selebritas paling terkenal sejagad raya. Boleh saja ingin jadi ilmuwan paling hebat sedunia. Tapi perhatikan bagaimana cara memperolehnya. jika semuanya didapatkan dengan cara terhormat, maka keinginan itu adalah keinginan terhormat. Merealisasikannya juga merupakan bentuk kehormatan.

So, jika memang keinginan itu mulia dan terhormat, realisasikanlah dengan jalan yang mulia dan terhormat. Keinginan semulia apapun jika direalisasikan dengan jalan yang buruk, maka hilanglah kemuliaannya.

at Tunas Bangsa Palembang, 25 September 2013 pk. 12.50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan