Pages

Senin, 08 September 2014

NEKAD

Oleh : Rika Januarita Haryati

Semua orang pasti pernah melakukan suatu kenekadan.Pemicunya pastilah sesuatu yang krusial. Disekitar kita saja banyak orang-orang nekad. Ada baik dan ada yang buruk hasilnya. Tapi yang pasti, nekad itu cuma akan dilakukan oleh orang-orang berani. Entah pada akhirnya ia akan menerima konsekuensi kenekadannya dengan lapang dada atau dengan sempit dada. Menyesal atau justru bersuka cita. Ataupun malah akan menyesal jika seandainya tidak nekad.

Aku pernah nekad. Dengan melafadzkan basmalah, aku menerobos hujan hampir selama 150 menit. Hujan deras berganti gerimis, deras lagi. Apapun itu kenekadan ini mutlak dijalankan. Penyebabnya hanya gara-gara aku rindu rumah. Ingin segera mudik. Waktu itu sudah sore, tak ada lagi mobil.Tak perlu lama-lama berpikir, aku keluarkan motor dan segera meluncur kejalanan menuju kampung halaman. Yang kuingat waktu itu adalah: hujan ini tentara Allah, kita juga tentara Allah, maka nikmatilah harmoni pertemuan antara tentara Allah.

Nekad selanjutnya saat temanku berkata, don’t come in,our lecture is still angrying. His mood isn’t good right now. Maybe tomorrow will be okay to meet him. Aku menghela napas sebentar. Berpikir bahwa besok aku tidak bisa datang, karena sudah mempunyai janji dengan dosen-dosen yang lainnya ditempat yang jauh. Keadaan mendesak. Lagi-lagi dengan melafadzkan basmalah dan surat Tabarok(Al Mulk) aku masuk ke ruangan dosen tersebut. Minta tanda tangan. Well, apa yang terjadi? He was welcome to me. Dia menandatangani berkas-berkasku sambil bercerita mengenai organisasi di zamannya dan di zaman sekarang.

Nekad selanjutnya (zaman SMA) ketika discussion in group pelajaran bahasa inggris. Temanya tentang pemimpin yang layak diajukan untuk Indonesia.Ternyata kelompok yang maju tidak berurutan tapi diacak suka suka. Kelompok sebelumnya sudah mengajukan Yusril Ihza Mahendra for President. Selanjutnya kelompok kami. Masalahnya kami belum ada kesepakatan. Yang lain bilang terserah. Gue sih oke oke aja. So, siapa yang mau kita ajukan? Baiklah jikalau begitu kita harus nekad. Hanya bermodal sebuah buku tipis karangan Hidayat NurWahid kami maju mewacanakan tentang sosok beliau. Entahlah pada waktu itu aku merasa PD saja meskipun harus translate langsung dari bahasa Indonesia ke inggris.Salah benar grammar-nya itu nomor sekian. Dan tak disangka, ternyata diskusinya lumayan hidup. Ada temanku yang sudah cas cis cus sedemikian rupa, maklum jebolan LIA,pertanyaannya panjang sekali. Aku sampai melongo. Wow kerennya, batinku. Dari sekian meter panjangnya, cuma kuambil intisarinya saja. Dan kami jawab dengan singkat, lalu diujungnya kami tambahkan kata ‘are you satisfied?’ Dia mengangguk, yeah, I am satisfied, thank you. Wow, kata-katanya benar-benar melegakan.

Lalu, ketika harus meminta ujian susulan kepada dosen yang sudah jelas-jelas mengatakan tidak akan mengadakan ujian susulan. Beliau perempuan yang disegani sekaligus ditakuti oleh teman-teman seangkatan.Menghadap beliau dengan sebuah kesalahan adalah hal yang sangat mendebarkan. Tapi aku berpikir, coba dulu saja. Kalau beliau marah, dengarkan. Kalau beliau tidak memberi jadwal ujian susulan, terus saja tanyakan. Sampai beliau bosan, haha.Ternyata benar, beliau cuek-cuek saja setelah kuutarakan niatku. Beliau asyik dengan kesibukannya. Gawat. Baiklah aku mundur, angkat tangan alias nyerah. Aku undur diri dari hadapan beliau. Beliau menghentikan langkahku dengan mengatakan bahwa aku boleh ikut ujian dengan anak-anak yang kuliah di ekstensi. Masalah nilai beliau akan mengurusnya. Dan hari itu rasanya senyum simpulnya terasa manis sekali. It’s a miracle.

Kau tahu, banyak hal tak terduga yang dikandung oleh kenekadan. Ada baik, ada buruk. Hal-hal diatas adalah contoh yang sederhana. Banyak contoh lain yang amat luar biasa. Cerita orang-orang di sekitar kita.

Ini cerita pamanku. Aku memanggilnya Uju, karena ia paman yang bungsu. Ia anak Mapala, jebolan fakultas Hukum. Ia nekad melamar akhwat ( sebutan untuk perempuan yang punya kelompok pengajian atau yang mencoba ber-Islam dengan kaffah). Tentu saja lingkungan mereka berbeda 180derajat. Umumnya –tidak semua loh- anak-anak Mapala itu perokok, style yang kurang rapi, semau gue, hobinya keluyuran mendaki gunung. Sedangkan umumnya akhwat tadi tidak suka dengan perokok, suka yang rapi, perhatian, lemah lembut,kalau keluyuran biasanya untuk da’wah. Bahkan cara ngomongnya beda. Yang satu pakai gue-elo, yang satunya ane-ente. Lalu apa yang terjadi? Setelah berdiskusi dengan ustadzahnya, akhwat itu mengajukan beberapa syarat. Apapun syaratnya,saya terima, kata Ujuku. Well, akhirnya Barakallah. Sekarang Uju dan ammahku sudah dikaruniai 3 orang anak.

Selanjutnya, ketika sedang marak-maraknya kasus yang menimpa LHI, seorang admin di social media nekad meng-counter isu dengan membuat sebuah rekayasa berita. Hasilnya tentu saja buruk. Karena sudah mencemarkan nama baik seseorang. Bahkan menambah keruh suasana. Entah bagaimana solusi selanjutnya. Berani dan benar kurasa itu rumus paketnya jika ingin nekad. Jika salah namun nekad, jadinya membabi buta. Jika benar tapi tidak nekad ya jalan di tempat hasilnya.

Sebenarnya, di sebuah negeri antah berantah,presidennya yang keren sekali. Presiden yang dapat berbagai penghargaan dari mancanegara. Tapi sayangnya, kupikir beliau kurang nekad dalam mengelola bangsanya. Terlalu mendengarkan dikte negara lain. Dia sebenarnya baik, hanya kurang berani untuk nekad memimpin bangsanya dengan segenap jiwa raganya.Masalahnya, beliau hanya tidak nekad membatasi tangan-tangan asing yang merecoki pemerintahannya. Beliau sibuk dengan tekanan untuk menaikkan pamor partainya. Serta sibuk mengurus album lagu untuk nostalgia. Di negeri itu,beliau satu-satunya yang bergelar doktor. Sementara presiden pendahulunya ada yang hanya tamatan SMA.

Kenekadan selanjutnya adalah milik anak-anak Palestina.Bom setiap saat bertandang suka-suka di negara mereka. Tapi mereka tetap saja nekad mencari tempat agar bisa bermain bola. Setiap saat mereka mengatur strategi agar terhindar dari bom. Di negara mereka, bola disebut-sebut sebagai ‘perang pemikiran’ agar anak-anak lalai dengan hafalan Al Quran-nya. Tapi mereka tetap nekad bermain bola. Solusinya mudah, mereka menyetor hafalan baru kemudian bermain bola.

Lalu, orang yang korupsi itu juga nekad. Sudah tahu bukan hak-nya, nekad dijadikan hak-nya. Tentu saja kita sepakat bahwa hal itu adalah nekad yang salah kaprah. Hasilnya akan buruk untuk dirinya dan masyarakat luas.

Bagiku pribadi nekad itu perlu untuk hal-hal yang memang perlu diperjuangkan. Ngapain nekad kalau untuk urusan yang penting saja tidak! Jika kita telah mencobanya dan ternyata gagal, hati tetap bisa bergembira. Yah, jangan sampai kita akhirnya menyesal gara-gara tidak berani nekad.

Palembang, 1 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan