Pages

Senin, 18 Agustus 2014

AKU HANYA MUSAFIR (PART II)

Oleh: Rika Januarita Haryati



Aku hanya musafir. Berjalan memungut serakan petuah dan nasehat dari orang sekitar bahkan dari alam yang berbisik perlahan. Betapa hebatnya pengajaran mereka. Tentang kehormatan. Lain waktu tentang sepotong kebahagiaan. Juga ada tentang kisah kesederhanaan.



Aku tersentuh akan kesederhanaan.Kesederhanaan yang selalu dapat diterima di mana pun. Kecuali di tempat penuh dengan kepalsuan. Semua orang menyukai kesederhanaan. Tapi mereka malu jika memilih kesederhanaan sebagai jalan hidup. Aneh memang. Mungkin termasuk diriku. Ya, aneh memang. Ketika sudah berkumpul dengan orang-orang besar, maka jika kita tidak mempunyai prestasi kebesaran yang dibanggakan maka yang bisa dibesarkan adalah style dan bualan kita. Keglamoran adalah tanda kebesaran. Entahlah. Agus Salim adalah orang besar. Tidak orang yang meragukannya. Namun ketika ia berada dalam pesta kalangan Barat di Paris, tetap saja ia makan dengan caranya. Saat semua orang makan dengan berbagai macam sendok, garpu, pisau daging, tisu, dan aksesoris lainnya,beliau santai saja makan dengan menggunakan tangan kanannya. Orang-orang melotot melihat keanehannya. Tapi tetap tak ada yang berani merendahkannya. Mereka tetap hormat. Tak bisa kubayangkan kalau aku berada di posisi tersebut. Mungkin aku pun akan berpura-pura sok elit. Orang standing party, mungkin aku juga akan standing party. Tapi aku yakin, pada akhirnya aku sendiri yang tidak akan tenang.



Aku hanya musafir. Tempat pemberhentianku hanyalah sebatang pohon yang kunikmati kerindangannya. Sesekali sambil mendengarkan nyanyian burung-burung yang tinggal di atas sana. Beristirahat dengan membuka sedikit perbekalan dan mereguk seteguk kesegaran. Sungguh meski menyenangkan berada dalam keteduhan, sejatinya kita akan segera meninggalkannya. Secantik apapun pohon tersebut, ia bukanlah tujuan kita. Kita akan melanjutkan perjalanan.



Aku hanya musafir. Perjalananku masih sangat panjang, mungkin. Meski kakiku jemu, kakiku pasti kan terus berjalan. Meski batinku kuyu, aku harus tetap menyeret langkahku ke masa depan.



Aku hanya musafir. Ada kalanya aku harus mengisi perbekalan dimana saja. Ketika habis atau persediaan mulai menipis, aku harus segera memenuhi keranjang perbekalan. Sungguh, terkadang alam ini sangat baik. Ia menyediakan segala macam bekal. Tinggal aku mau pilih yang mana. Perbekalan yang lezat maka perjuangan mendapatkan sangat tidak mudah. Mungkin harus tersuruk-suruk. Bahkan kadang tersungkur. Adalah hal yang lumrah sekalipun harus melompat tinggi untuk dapat menggapainya.



Aku hanya musafir. Aku mulai menemui kelelahan. Mulai terasa dengan jelas betapa dinginnya perjalanan. Namun senyum orang-orang di sekitarku benar-benar menghangatkan. Senyum yang selalu berkata untuk jangan takut menjadi musafir. Aku tak tahu, sampai dimana aku akan sanggup berjalan. Semoga sampai tujuan dengan terhormat.



Mungkin, kau pun juga musafir. Maka,mari saling mendoakan.



Palembang, 27 Januari 2014 pk8.17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan