Pages

Sabtu, 23 Agustus 2014

NOVEMBER RAIN

NOVEMBER RAIN

Oleh: Rika Januarita Haryati

Bulan november adalah bulan hujan. Hujan sering turun di bulan ini. Langit boleh saja cerah saat ini tapi sebentar lagi juga akan segera mendung. Lalu hujan jatuh. Lalu reda, hujan di tempat lain. Angin membawa awan hitam menjauh.

Langit kadang mendung seperti mau menangis. Dari pagi sampai sore, tapi tidak setitik pun hujan menitik. Terkadang juga langit cerah tiba-tiba mendung dan langsung turun hujan bertubi-tubi. Bagi pengguna kendaraan berupa mobil tidak akan terlalu pusing saat hari hujan. Mereka tetap nyaman-nyaman saja. Lha, kalau bagi orang-orang yang mengendarai motor sepertiku, alamak, harus sering-sering berspekulasi, maju terus atau berteduh dulu saja.

Hujan adalah rahmat Tuhan. Aku selalu berharap demikian. Jadi saat badan basah terguyur hujan, sama saja dengan basah oleh rahmat Tuhan. Lalu mengapa harus sedih, kalau justru berjuta rahmat menghampirimu?

Hujan adalah saat-saat doa memiliki tangga khusus untuk terbang ke langit. Maka saat hujan adalah saat hati kita basah oleh doa-doa yang kita senandungkan dari lubuk hati terdalam. Jadi mengapa harus menangis saat hujan bahkan menembus jas hujanmu?

Hujan adalah peredam panas bumi. Jika tak ada hujan, bayangkanlah, kau tidak perlu menghidupkan api untuk memasak. Kau ceplok saja telur di atas aspal, nanti ia akan matang. Jangankan hanya sebutir telur, bahkan se-hektare hutan pun bisa dibuat matang oleh karena panasnya.

Hujan membuat tanaman yang telah lama dormansi menjadi kembali bersemi. Pohon-pohon kembali merindang meneduhi bumi. Sungai-sungai kembali mengalirkan air.

Tapi malam ini hujan deras sekali. Sementara jalanan dihadapanku bagai danau panjang. Aku tahu, jalanan ini penuh dengan lubang-lubang yang belum sempat diperbaiki. Apalagi lampu motorku tidak terlalu terang. Jadi bolehkan aku menangis karena merasakan badanku mulai dingin ditusuk butiran hujan yang berubah menjadi jarum?

Aku takkan pernah lupa. Bahwa ketika hari telah malam dan hujan aku masih berada di tengah perjalanan. Tidak mungkin berhenti. Aku harus tabah. Apalagi ketika mendapati kenyataan bahwa mobil-mobil menjadi semakin ngebut dan air di jalanan berubah menjadi bagaikan ombak yang menampar wajahku. Oh Tuhan, aku tidak tahan lagi. Air mataku sudah tak mau dibendung lagi. tapi meski mengendarai sambil menangis, hatiku berusaha kuat. Setidaknya aku harus sampai di kost-an adikku. Apapun yang terjadi aku harus bertahan. Tetap berpikir positif. Jangan melamun karena dingin mulai menjemputku dalam ilusi. Oh Tuhanku, tolonglah aku. Sungguh, aku tidak memiliki tempat lain selain-Mu untuk meminta tolong. Jika Kau tidak menolongku, alangkah buruknya nasibku.

Sesampainya di kost adikku, aku langsung mandi dan memakai pakaian dan selimut tebal. Oh Tuhanku, alangkah indahnya malamku hari ini. Terlindung dari tetesan hujan. Tertahan dari sengatan dingin. Bahkan aku bisa memejamkan mata dengan lega tanpa harus peduli apakah lampu di kamar ini terang atau samar. Aku bahkan tak perlu pusing harus memperbesar pupil mata untuk meneliti bagaimana medan yang akan kulewati. Oh Allah, sungguh, indah sekali malam ini.

Di ujung November,

Palembang 30 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan