Pages

Senin, 11 Agustus 2014

PEMIMPIN, POHON DAN KAKEK TUA

Oleh: Rika Januarita Haryati

Ada seorang pemimpin sebuah negara di Timur matahari. Pemimpin ini berbeda dengan pemimpin kebanyakan. Ia suka berjalan-jalan sendirian. Ke pasar, ke kedai kopi, ke sawah, ke ladang bahkan ke dusun-dusun. Ia pergi sendiri. Merakyat jelata. Seperti musafir. Tak ada masyarakat yang mengetahui identitas aslinya.

Ia berjalan seperti biasa ke suatu dusun. Di sana ia bertemu dengan ibu-ibu yang cerewet sekali. Bicaranya sangat kasar. Wajahnya sangar. Kalau ia bicara, orang mengira ia sedang kesurupan, saking menggelegar suaranya. Maka, tak ada yang berani menegurnya. Menegur sama saja dengan mencari bala. Musibah.

Celakanya, pemimpin yang tak tahu apa-apa ini menegurnya dengan suara yang sangat lembut sambil tersenyum. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu sudah mulai tegang. Karena pasti suara perempuan ini akan menggelegar seperti orang yang kesurupan.

Tapi anehnya, perempuan itu justru membalas teguran sang pemimpin yang menyamar tersebut dengan suara yang lembut dan juga sambil tersenyum.

Ramailah bisik-bisik penduduk menyebarkan kabar bahwa perempuan yang kesurupan itu telah sembuh.

Penduduk merubung di sekitar pemimpin sambil bergantian menceritakan penyakit perempuan yang ditegurnya. Mereka bergantian memujim pemimpin yang telah berhasil menyembuhkannya.

Pemimpin yang menyamar ini mengangguk lalu menjelaskan: "Aku datang kemari tanpa membawa prasangka buruk tentang perempuan itu. Dan taukah kalian, aku sangat suka jika orang lain bicara lemah lembut kepadaku dan aku juga menyukai orang yang tersenyum padaku. Maka aku selalu mencoba memperlakukan orang lain seperti. Mungkin selama ini perempuan hanya belajar dari bagaimana orang-orang memperlakukannya".

Sang pemimpin melanjutkan perjalanan yang ia sebut sebagai rihlah.

Pemimpin ini takjub melihat seorang kakek yang telah renta masih mencangkuli tanah lalu menanam sebuah pohon yang masih kecil..

Sang pemimpin mendekati kakek tua lalu bertanya: "Aduhai kakek, apakah yang kau harapkan dari pohon yang masih kecil ini? Mengapa kau bersibuk menghabiskan waktu untuk hal-hal yang mungkin tidak akan kau nikmati hasilnya?"

Kakek tua memperhatikan sang pemimpin sejenak lalu menjawab, " Mungkin aku tak akan sempat untuk menikmati hasilnya, tapi,cucu-cucuku yang akan menikmatinya. Kau tahu anak muda, hasil pohon yang kita nikmati hari ini adalah hasil dari pohon-pohon yang ditanam oleh kakek-kakek kita? Jika mereka berpikir bahwa percuma saja menanam pohon, maka hari ini kita belum bisa menikmati lezat dan manisnya hasil pohon dan buah-buahan."

Sang pemimpin tertegun. Hari ini Ia mendapat satu pelajaran. Seperti janjinya, yang Ia ikrarkan dalam hati bahwa Ia akan membayar seribu dinar bagi seseorang yang mampu memberinya pengajaran atau pencerahan.

Sang pemimpin mengeluarkan kantung uang yang Ia simpan dibalik bajunya. Ia berkata dengan hormat, " Kakek, terimalah seribu dinar ini, karna kau telah mengajariku satu kaidah hidup yang penting". Sang kakek pun terkekeh, " Lihatlah pohonku telah berbuah dengan sangat cepat, bahkan belum lagi kusiram, kupupuk. Subhanallah."

Sang pemimpin tersenyum. Lalu ia memberikan seribu dinar lagi karena kecerdasannya dan karena ia mendapat satu pengajaran lagi. Bahwa perbuatan baik apapun pasti akan mendapat balasan dari Allah. Maka jangan pernah ragu untuk melakukan kebaikan meskipun kecil dan sederhana.

Palembang, 19 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

anak hujan

anak hujan
ceria dibawah sentuhan manis sang hujan